Banner

Breaking News

Tradisi Nusantara Tak Bertentangan dengan Agama


Da'i Jubah Ireng

Berbagai tradisi yang baik di Indonesia tidak sama sekali bertentangan atau melanggar ajaran Islam. Justru di dalamnya terkandung makna yang berkesesuaian dengan anjuran agama.

Sebab, kebiasaan bangsa Indonesia sejak dulu senantiasa terkandung makna yang mulia. Seperti silaturrahmi, sedekah, saling menghormati, dan tolong-menolong.  

Hal tersebut diungkapkan Pengurus Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Kota Bekasi yang akrab disapa Ustadz Jubah Ireng, melalui pesan singkat kepada Media NU Kota Bekasi, Jumat (18/5).

Murid KH Syarif Rahmat di Padepokan Dakwah Sunan Kalijaga (Padasuka) ini menuturkan bahwa tradisi-tradisi yang baik itu bukan hanya sekadar karangan manusia belaka. Akan tetapi juga merupakan tradisi turun-temurun dari orang tua, guru, dan sesepuh. 

Ia mengimbau kepada umat Islam, terutama warga NU, agar jangan sampai meninggalkan tradisi Nusantara yang sudah baik dan melekat di kehidupan masyarakat. 

"Kebiasaan yang sangat mulia itu menjadi ciri dari budaya bangsa kita yang merakyat dan bersahaja," katanya. 

Salah satu di antara dari sekian banyak momentum untuk melestarikan tradisi adalah pada saat menyambut Ramadhan. Sebab, bulan suci itu merupakan tamu agung bagi seluruh umat Islam di muka bumi.

Kedatangannya banyak disambut dengan kegembiraan dan sukacita. Seperti misalnya di berbagai tempat atau wilayah di Indonesia yang menyambut Ramadhan dengan tradisi Nusantara. 

"Tradisi-tradisi itu misalnya mandi keramas, munggahan, dan sungkeman. Dulu, di Jatiasih Bekasi, ada istilah atau tradisi keramas sehari sebelum puasa dengan menggunakan merang (tangkai padi yang sudah kering) bakar," katanya. 

Ketua Pimpinan Padepokan Jubah Ireng (PJI) Kota Bekasi ini mengatakan bahwa kebiasaan tersebut mengandung makna bahwa bukan hanya pembersihan jasmani, terapi juga rohani. Tujuannya agar puasa lebih khusyu' dan tenang. 

"Kemudian munggahan. Ysitu persiapan saat sehari sebelum puasa, orang-orang ke pasar untuk berbelanja sebagai persiapan masak sahur. Atau juga untuk dibawa dan diberikan kepada orangtua, guru, dan tetangga dekat," kata ustadz yang berpakaian serba hitam dan berambut gondrong ini.

Sementara sungkeman, lanjut Jubah Ireng, adalah tradisi saling meminta maaf atas segala khilaf dan salah kepada orang tua, guru, teman, sahabat, tetangga, dan kerabat. 

"Tapi sering perkembangan zaman yang sudah canggih, ucapan maaf dan silaturrahmi bisa dilakukan melalui media sosial," pungkasnya. (Aru Elgete)

1 komentar: