Banner

Breaking News

Membangun Persaudaraan


Sumber: majalahsyamil.web.id

Oleh: Syamsul Badri Islamy

Ukhwah. Sebuah kata dan sesuatu yang kali pertama dibangun Nabi Muhammad saat tiba di Madinah. Ia kemudian membangun wilayah itu menjadi kota yang berperadaban. Persaudaraan tercipta. Hal tersebut terekam dalam hubungan antara Muhajirin dan Anshar.


Kita telah banyak belajar dari beragam peristiwa yang terjadi. Bahwa perpecahan tidak menghasilkan apa-apa. Sumpah pemuda, misalnya, merupakan titik kulminasi rangkaian kesadaran betapa Indonesia membutuhkan persatuan demi meraih kemerdekaan yang sejati. Ukhwah adalah sebaik-baik sikap dalam merespons keberagaman suku, bangsa, budaya, etnis, bahasa, dan agama yang niscaya berbeda. 


Ukuran keberhasilan pembangunan ukhwah Nabi dapat dilihat dari dialog sahabat Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Rabi’.


“Wahai saudaraku, engkau lihat sebelah kananmu,” kata Saad yang Anshar kepada Abdurrahman yang Muhajirin.


Abdurrahman yang berhijrah bersama Nabi dan meninggalkan semua hartanya itu pun melihat hamparan kebun kurma. “Ini semua kekayaanku. Engkau ambillah separuh.”


Saad lalu menunjukkan peternakannya yang besar dan memberikan tawaran serupa kepada Abdurrahman. Bahkan, ia menawarkan salah satu istrinya untuk diceraikan yang kemudian dinikahkan dengan saudaranya itu. 


Betapa indah dan total persaudaraan mereka. Dan itu semakin indah dengan pilihan Abdurrahman yang menolak tawaran Saad: “Mudah-mudahan Allah memberkahi harta kekayaanmu dan keluargamu.”


Spirit ukhwah (islamiyah, wathaniyah, dan basyariyah) sebagaimana yang ditunjukkan Abdurrahman bin Auf dan Saad bin Rabi’ itulah yang bangsa Indonesia butuhkan dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.


Sayang, peredaran berita bohong (hoaks) yang dibumbui dengan perilaku ghibah dan fitnah di media sosial (medsos) akhir-akhir ini menjadi pemantik perpecahan umat Islam. 


Di awal-awal tahun 2018 yang akan terselenggara Pilkada Serentak ini, eloknya masyarakat dan pemerintah terkait benar-benar mampu hijrah menuju konsensus konstitusional. Sehingga, terkristal dalam butir-butir Pancasila sebagai salah satu bentuk peneladanan terhadap Piagam Madinah. 


Peneladanan itu dimaksudkan untuk manusia Indonesia bisa hidup berdampingan dalam keberbedaan dengan tenteram dan damai. Terlebih, mengingat heterogenitas bangsa Indonesia yang kaya.


Dalam hal persaudaraan, kita pernah diingatkan oleh nasihat KH Ahmad Mustofa Bisri, "Yang menghina agamamu, tidak akan merusak agamamu. Yang merusak agamamu, justru perilakumu yang bertentangan dengan ajaran agamamu."



*Penulis adalah Ketua Lembaga Pers dan Penerbitan PC IPNU Kota Bekasi 

Tidak ada komentar