Banner

Breaking News

Mukadimah: Lakmud IPNU IPPNU Kota Bekasi Angkatan Pertama




Di era globalisasi, seluruh unsur di setiap lini tak lagi mengenal batas dan jarak. Semua lapisan menjadi setubuh, menindih lain hal, hingga tidak ada perbedaan antara objek dan subjek. Dalam peradaban yang kian sengkarut, berbagai upaya dilakukan guna menangkal keburukan yang siap menerjang kapan saja.


Meski hanya sebatas retorika, untaian kata-kata, atau bahkan konsep yang belum jelas arahnya, wajib hukumnya untuk diangkat ke muka sebagai bagian dari kemampuan mengelola kebaikan dan perbaikan di masa mendatang.


Organisasi Islam Kemasyarakatan sekaliber Nahdlatul Ulama (NU), kita semua tahu betapa besar andil yang diberikan bagi keberlangsungan harmoni keumatan. Para kiai, guru, dan ajengan berbondong-bondong melakukan blusukan hingga ke akar rumput.


Sebab, segmentasi NU bukan pada kaum berdasi nan intelektual, tetapi orang-orang yang tinggal di gubuk kecil perkampungan. Pemahaman soal bagaimana menciptakan atmosfer kebahagiaan hidup, mesti disampaikan hingga menelusuk otak dan nurani rakyat kecil.


Sebagian besar ulama di negeri ini, menjadikan NU sebagai rumah tinggal untuk mengejawantahkan sebuah nilai yang tak berdefinisi. Walaupun dalam beberapa kasus, kita seringkali temui beberapa adegan memilukan.


Terkadang, NU menjadi objek pencacimakian oknum tertentu; NU dihina sedemikian rupa; bahkan NU dianggap sebagai pemecah-belah. Sebagai pemilik aset terbesar di republik ini, NU tetap berjalan pada koridor aslinya; layaknya lokomotif yang tentu celaka manakala keluar dari rel yang telah ditetapkan.


Perbedaan sudut pandang, dijadikan sebuah niscaya untuk senantiasa bersyukur kepada Allah. Karena bukan tidak mungkin, dari sekian banyaknya penumpang yang berada di dalam rangkaian kereta, akan ada banyak kepala yang daya nalar dan berpikirnya tentu berlainan satu sama lain.


Walau demikian, NU selalu menjadi titik-balik sebagai jalan pertobatan sejati. Sebab, NU adalah washilah menuju perbaikan. Tidak mungkin, NU kehilangan eksistensi atau -katakanlah- pamor. Pasalnya, di setiap elemen kewargaan telah disiapkan pancang penyangga agar NU tetap kokoh sepanjang masa.


Salah satu dari sekian banyaknya penyangga itu adalah IPNU dan IPPNU. Keduanya berjalan beriringan, menyentuh dan merangkul para pelajar yang kerap dijadikan objek dari berbagai kejahatan.


Di usianya yang lebih dari enam dasawarsa, organisasi kepelajaran itu tetap konsisten melakukan inovasi dalam mendakwahkan euforia keberagamaan yang harmoni. Bahwa, agama dimaknai sebagai universalitas cinta yang mampu menuntun manusia pada hakikat hidup.


Menurut tokoh tasawuf di Tanah Jawa Ki Ageng Suryomentaram dalam buku Makrifat Jawa, hakikat hidup adalah memahami dari mana asal, fungsi, dan tujuan hidup. Perilaku yang dikembangkannya tidak berupa materi yang bersifat kebendaan, melainkan menitikfokuskan pada kedalaman filosofis. 


Ia mengajarkan untuk senantiasa meningkatkan spirit keberagamaan, ketimbang hanya menjadikan agama sebagai lapisan terluar dalam hidup. Spirit itulah yang nantinya akan mengantarkan pada universalitas cinta; yang tak bersekat sama sekali.


Kurang lebih, seperti itu pula kerja yang dilakukan IPNU dan IPPNU selama ini. Tawuran antarpelajar, perilaku koruptif, penyalahgunaan zat adiktif, kebencian yang merajalela, hingga kemaksiatan mesti dicegah atau dipangkas dari dalam. Perbutan amoral, tidak semestinya ditangani dan diatasi dari sisi luar, melainkan mesti dicerabut dari akar yang berwujud abstrak sekalipun.


Pemahaman agama dan cinta tanah air, wajib hukumnya dijadikan sebagai platform utama yang harus tertularkan kepada kader NU. Pelajar, sebagai gerbang awal pengkaderan NU tidak boleh diabaikan. Mereka itulah yang akan menghiasi negeri di masa keemasan mendatang.


IPNU IPPNU Kota Bekasi, dari hari ke hari kian serius menciptakan pembaruan perbaikan sebagai ikhtiar menciptakan atmosfer kehidupan yang lebih baik. Selama tiga hari, Jumat-Ahad, 16-18 Maret 2018, kader NU akan ditempa melalui Latihan Kader Muda (Lakmud) di Pondok Pesantren Fatahillah, Mustikajaya, Kota Bekasi.


Di sana terdapat berbagai macam materi pembahasan, yang bukan hanya untuk didengar kemudian hilang tanpa bekas, tetapi serupa bekal yang harus dibawa ke mana pun pergi. Nilai-nilai Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) sebagai koridor teologis mayoritas Umat Islam di dunia, akan dituangkan dengan sangat mendetail. 


Begitu pula halnya mengenai ke-NU-an, mulai dari tradisi amaliah hingga pada gerakan yang dilakukan untuk menciptakan kehidupan umat yang lebih baik. Perjuangan NU dalam berperan menjadi garda terdepan dalam kemerdekaan Republik Indonesia bakal tersampaikan menembus pemikiran yang selama ini tersempitkan karena keadaan.


Materi Keindonesiaan sebagai upaya meningkatkan kadar kecintaan kepada bangsa dan negara juga tak luput dari amunisi yang siap disasarkan. Hingga Pelatihan Jurnalistik pun akan dijadikan sebagai peluru keberhasilan di era digital ini.


Lakmud, sebagai tahap kedua dari gerbang kaderisasi NU tidak akan dilakukan hanya sebatas formalitas. Namun, dengan ketulusan hati akan diberdayakan sebaik mungkin. Sebab, kalau sampai tersia hingga tak ditemukan makna substantif, pikulan dosa amat berat dirasa.


Kali pertama dilaksanakan, tentu kita berharap agar Lakmud 2018 ini mampu memberi kesan cemerlang yang tentu tak bernilai kebendaan, tetapi berupa nilai estetika dari dialektika yang hadir di muka dalam proses perjuangan membangun peradaban.



*Lembaga Pers dan Penerbitan PC IPNU Kota Bekasi

Tidak ada komentar