Banner

Breaking News

Rawat Tradisi Kitab Kuning dengan Kemasan Kekinian


KH Mulyadi Effendi


Mengkaji kitab kuning karya ulama-ulama terdahulu pada bulan Ramadhan (ngaji pasaran, red) merupakan tradisi pesantren salaf, terutama di kalangan Nahdlatul Ulama. Namun sayang, keberadaannya kian tergerus oleh keadaan zaman di tengah kehidupan kota.

Hal tersebut diungkapkan A'wan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Bekasi KH Mulyadi Effendi kepada Tim Media NU Kota Bekasi, Jum'at (18/5) malam.

"Untuk melestarikan tradisi pesantren salaf itu, saya pikir kita harus melakukan kemasan baru. Artinya, walaupun teks kitab kuning itu teks lama, tapi dikemas dengan tema-tema kekinian. Kalau itu dilakukan, saya pikir juga akan menarik," kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Qur'an Fathimiyah, Jatisampurna, Kota Bekasi ini.

Rois Syuriah Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Kecamatan Jatisampurna ini mengungkapkan bahwa agar kitab kuning terjaga kelestarian tradisinya, maka perlu metodologi penyampaian yang tidak terlalu berat untuk dicerna oleh masyarakat. 

"Sampaikan dengan metodologi yang ringan-ringan saja. Karena mengkaji kitab kuning itu butuh waktu yang lama, maka agar bisa diterima oleh masyarakat (perkotaan), mesti disampaikan dengan cara yang ringan dan disesuaikan dengan konteks zaman," katanya

Sejak tiga tahun lalu, setiap Ramadhan ia keluar dan memerintahkan santri untuk mengikuti pasaran di luar.

"Saya membebaskan santri-santri untuk memilih tempat (pesantren) dan kitab yang ingin dikaji," ungkapnya. 

Bahkan, ia menambahkan, tahun lalu santrinya ada yang pasaran hingga ke Sulawesi dan Kalimantan. Usai ngaji pasaran di luar, sekitar tanggal 15 Ramadhan, santri harus kembali melanjutkan ngaji pondok.

Tradisi NU itu, lanjut Kiai Mulyadi, setiap Ramadhan pasti ada pasaran. Sementara di Kota Bekasi, pasaran belum pernah ditemukan. Pada kesempatan Ramadhan tahun ini, ia mengadakan ngaji pasaran untuk yang pertama kali di pesantren miliknya.

"Baru tahun ini, di Fathimiyah diadakan ngaji pasaran," ungkap kiai yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Bani Latief, Cibeber, Banten ini.

Kitab yang dikaji dalam pasaran adalah kitab-kitab nahwu/shorof dan fiqih. Seperti matan Al-Jurumiyah, Mukhtasor Jiddan, Mutammimah, dan matan Imrithi. Sementara fiqihnya antara lain adalah Safinatunnajah, Fathul Qorib, dan Sulamuttaufiq.

"Kesemuanya itu adalah kurikulum pesantren. Tapi karena tidak mungkin khatam, makanya dibantu pasaran biar khatam. Pasaran disini dimulai dari 27 Sya'ban, hingga 15 Ramadhan. Setelah itu santri melakukan i'tikaf dan pada 26 Ramadhan, baru diizinkan pulang," terang alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Kiai Mulyadi mengungkapkan bahwa dalam memaknai atau menerjemahkan kitab kuning, pondok pesantren yang didirikan sejak tahun 1999 ini, dilakukan dengan dua bahasa. Pertama diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, dan kemudian dibahasaindonesiakan. 

"Santri di sini ngajinya menggunakan metode utawi iki iku, setelah itu baru diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Tujuannya agar ketika pasaran di mana-mana bisa paham dan gak kaget. Paling tidak pernah mendengar lah," pungkas alumni UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini. (Aru Elgete)

1 komentar:

  1. Alhamdulillah...di PonPes Annida Al-Islamy kota Bekasi sudah lama (mungkin lebih tepatnya sejak di dirikan th 1963) sudah di adakan pasaran setiap Ramadhan.mungkin hanya sebgian orang dan alumni yg tau.. biasanya yang dikaji kitab hadits.
    Ramadhan kali ini kajian besarnya ada 2
    1. Sunan daruquthni oleh KH.Muesyidi sholeh,LN (Ba'da ashar)
    2. Sunan Abi daud oleh KH.Ibnu Djauzi AR,MA (Ba'da ashar)

    BalasHapus