Banner

Breaking News

Ketersembunyian Wali Allah dan Ajaran Kemanusiaan Rasulullah


Ilistrasi. Gus Ja'far Pasuruan yang disebut-sebut sebagai wali Allah. Sumber: wartabromo.com

Kepada manusia, Allah senantiasa merahasiakan ­wali atau kekasih-Nya. Hikmahnya adalah agar manusia tidak pernah meremehkan orang lain.

Wali itu bisa diterjemahkan kekasih, perwakilan, dan bisa juga diterjemahkan bolo (bahasa Jawa: teman),” kata Pengasuh Pondok Al-Hikmah Buntet Pesantren Cirebon KH Salman Al-Farisi, di Kampung Jarakosta Kebon Kelapa, Desa Sukadanau, Cikarang Barat, Bekasi, pada Sabtu (2/2).

Barangkali saja, imbuhnya, orang yang selama ini dianggap remeh merupakan seorang wali Allah. Sebab tidak selalu wali itu terlihat menggunakan pakaian yang seperti ulama pada umumnya.

“Kekasih Allah tidak selalu seperti itu, tidak mesti mengenakan jubah yang panjang atau dengan serban yang besar atau serban yang diiket kepala dengan berlipat-lipat, dan kemudian butiran tasbih yang tak pernah lepas dari tangannya,” jelas Kang Salman, demikian ia akrab disapa.

Ia melanjutkan, mungkin saja orang-orang yang berpakaian serba ulama itu sebagai wali Allah. Tapi sesungguhnya kekasih Allah itu selalu dirahasiakan.

“Bahkan ternyata kadang-kadang orang yang selama ini dianggap sebagai pengemis di pinggir-pinggir jalan, tidurnya pun tidak di rumah, sehingga hidupnya tidak karuan, dan terlihat seperti orang yang tidak pernah melaksanakan kewajiban agama, tapi ternyata di balik sepengetahuan kita, dia itulah kekasih Allah,” jelas Kang Salman.

Menurutnya, rahasia-rahasia Allah itu harus menjadi hal yang mesti digarisbawahi dalam kehidupan.
“Dan ini pula yang kemudian dicontohkan Nabi kepada kita. Selalu mengasihi sesama, selalu memperlakukan manusia sebagai manusia, atau mendudukkan manusia pada porsinya. Tidak pula memaksa manusia untuk melakukan sesuatu di luar kemampuannya,” ungkap Kang Salman.

Syari’at yang dibawa Rasululullah, lanjutnya, sangat manusiawi. Misal saat seseorang tidak bisa berdiri untuk melaksanakan salat, maka boleh dilakukan sembari duduk.

“Kalau tidak bisa salat sambil duduk, orang boleh melaksanakan dengan tidur miring, kalau tidak bisa juga boleh dengan tidur terlentang, kalau masih tidak bisa maka boleh dengan hanya menggunakan anggukan kepala, dan begitu seterusnya mengikuti kemampuan orang,” kata Kang Salman.

Dikatakan, segala yang dibawa Rasulullah menjadi sebuah pelajaran agar tidak memaksa orang lain untuk mengikuti kemauan diri sendiri.

“Karena Rasulullah itu adalah pribadi yang sangat memanusiakan manusia. Memperlakukan manusia dengan sangat manusiawi,” pungkas Kang Salman. (Aru Elgete)

Tidak ada komentar