Banner

Breaking News

Mengenal Kepribadian Nabi (2)


sumber gambar: akhbarelyom.com

Nabi itu jika ada orang yang duduk menunggunya ketika sedang salat, ia mempersingkat salat lalu menemui orang tersebut seraya berkata, "Apakah ada yang bisa kubantu?"

Ketika mendengar cucunya menangis, ia menyegerakan salatnya. Lalu menemui dan menggendong sang cucu.

Saat Nabi masuk ke dalam suatu majelis, ia duduk di tempat mana saja yang kosong, yang dilihatnya pertama kali.

Nabi mencuci pakaian sendiri, menambal dan memperbaiki alas kaki, melayani dirinya sendiri, memberi makan unta, dan menggiling gandum dengan tangan sendiri.

Nabi makan bersama pelayan, memasak bersamanya dan membawa barang-barangnya sendiri ke pasar.

Nabi menikmati makanan yang dimasak keluarganya dan tak sekalipun mengatakan, “aku tidak suka makanan atau masakan ini”.

Imam Malik bin Anas mengabari kita:
"Seorang hamba sahaya perempuan Madinah memegang tangan Nabi. Ketika itu beliau mengatakan: “Apakah ada yang bisa aku bantu, wahai ibu si Fulan? Aku akan membantu dan mengantarkanmu ke mana kamu mau". Nabi lalu mengantarkannya.

Imam al-Ghazali mengatakan, "Nabi sering tak punya uang. Jika ada uang lebih dari keperluan hari itu, ia akan mencari orang yang membutuhkannya. Jika tak menemukan, ia tak kembali pulang, melainkan menunggu saja sampai menemukannya."

Meskipun ia seorang pemimpin besar, rumahnya tak dijaga oleh siapa pun. Dalam perang ia berdiri di depan tanpa pengawal yang melindungi.

Nabi selalu memperhatikan seorang nenek yang tiap hari datang ke masjid untuk membersihkan latarnya. Ketika suatu hari tak melihatnya lagi, ia bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Di mana perempuan nenek itu?” Manakala mereka memberitahukan bahwa nenek itu wafat tadi pagi, Nabi meminta mereka untuk segera mengantarkan ke kuburan dan Nabi berdo’a untuknya. 


Imam Abu Hamid Al-Ghazali menulis cerita lain yang menarik:

Suatu hari seorang Arab Badui datang kepada Nabi sambil menyampaikan kata-kata kasar dan menantang. Ketika orang itu tertumbuk pada sosok Nabi yang santun, penuh senyum, tenang, dan memancarkan cahaya kenabian, ia tertegun dan terpesona.

Arab Badui tadi lalu bergumam, “Demi Tuhan ini bukan wajah seorang pembohong”.

Tidak lama kemudian ia meminta Nabi mengajarkan tentang Islam dan lantas memeluknya.

Seorang penulis, Sarwar, menampilkan Nabi dalam prosa sebagai model segala sesuatu yang positif dan indah.

Ia adalah paragon kelembutan, kemurahan, kesopanan, kesantunan, keakraban, kesucian, dan kesabaran serta kecintaannya kepada anak-anak, sedemikian memesonakan dilukiskan dalam banyak puisi populer seperti:

Apakah suara utama kehidupannya?

Tak lain adalah mencintai Allah, mencintai manusia, mencintai anak-anak, mencintai kaum perempuan; mencintai sahabat, dan mencintai musuh.


KH Husein Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun Cirebon

Tidak ada komentar