Antisipasi Wahabi, Wakil Ketua PCNU: Kita Jangan Kebanyakan Tawadhu
![]() |
Ustadz Luqman Hakim (kanan), bersama pengurus IPNU Kota Bekasi |
Wakil Ketua
Pengurus Cabang (PC) Nahdlatul Ulama (NU) Kota Bekasi, Ustadz Luqman Hakim,
mengatakan bahwa sebaiknya orang-orang NU tidak terlalu banyak tawadhu atau
rendah hati. Hal tersebut dalam rangka mengantisipasi gerakan wahabi yang kerap
memanfaatkan kerendah-hatian orang-orang NU.
“Kalau kita
keseringan tawadhu, mereka (wahabi) malah senang. Dengan mudahnya mereka nanti
menyerobot segala macam aktivitas ibadah, bahkan masjid pun bisa saja mereka
rebut kepengurusan hingga ke permasalahan ibadahnya,” kata Ustadz Luqman saat
ditemui di kediamannya, Gang Sadar, Kampung Sawah, Jatimurni, Pondokmelati,
Rabu (12/9) malam.
Lebih
lanjut, Ustadz Luqman mengungkapkan bahwa ia selama ini setia menjaga, merawat,
dan melestarikan ubudiyah NU di masjid dekat rumahnya, yakni Masjid
Al-Makmuriyah. Dirinya merasa tak rela jika ubudiyah NU hilang karena masjid
menjadi kuasa orang-orang wahabi.
“Saya tidak
masalah kalau masjid itu dipimpin sama orang wahabi, yang penting saya tetap
megang di ubudiyahnya. Jadi kalau sudah begitu kan aman. Walhasil, wahabi
semuanya minggir, ketua DKM pun dari orang NU,” tuturnya.
Selain itu,
ia pernah menerapkan pesan yang didapat selama mengikuti Madrasah Kader NU di
Ciloto, Cianjur, pada awal Agustus lalu. Yakni sebuah amanat untuk menyerobot
jatah imam salat subuh, tanpa perasaan malu, segan, atau terselimut dengan
istilah tawadhu. Hal itu, dilakukannya saat berada di sebuah musala Bandara
Soekarno-Hatta, pada Selasa (11/9).
“Jadi saat
itu, usai azan subuh saya duduk di shaf paling depan. Di sebelah kanan dan kiri
saya, semuanya orang-orang bercelana cingkrang. Begitu iqamah, tanpa ba-bi-bu,
saya langsung maju ke tempat imam. Mereka itu semuanya melihat saya dengan
tatapan yang aneh. Saya yakin mereka gak suka,
tapi ya sudah biarkan. Intinya saya sudah menerapkan ilmu sewaktu di MKNU,”
tuturnya seraya berseloroh beberapa kali.
Ustadz
Luqman menambahkan, orang-orang wahabi kerapkali bercokol di masjid atau musala
yang terdapat di mal, apartemen, hotel, dan perumahan. Modal mereka adalah
percaya diri. Menjadi imam salat, menjadi guru ngaji, dan bahkan menjadi
pengurus DKM-nya.
“Padahal
saya yakin, bacaan mereka itu kalau dibandingkan dengan orang-orang NU, masih sangat
jauh sekali. Mereka kadang percaya diri karena hafal Al-Qur’an. Tapi tetap
saja, bacaannya banyak yang salah-salah. Karenanya, kita harus ambil peran,
jangan kebanyakan tawadhu,” pungkasnya. (Aru Elgete)
Tidak ada komentar