Banner

Breaking News

Sejarah dan Hukum Menyembelih Hewan Qurban


Ketua PCNU Kota Bekasi

Oleh: KH Zamakhsyari Abdul Majid

Asal usul ibadah qurban dalam Islam berawal dari peristiwa qurban Nabi Ibrahim AS bersama anaknya, Nabi Ismail AS. Peristiwa itu berawal dari mimpi Nabi Ibrahim AS.

Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyembelih anaknya. Oleh karena mimpi itu menurut keyakinannya merupakan mimpi yang benar, maka ia menawarkan kepada Ismail.

“Hai, anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu...?” (QS. 37: 102).

Mendengar perintah ayahnya, Ismail pun dengan yakin dan ikhlas menjawab penuh hormat, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS. 37: 102).

Kemudian  Nabi Ibrahim membawa Ismail ke suatu tempat yang sunyi di Mina. Sebelum penyembelihan dimulai, Ismail mengajukan tiga permohonan. 

Pertama, sebelum ia disembelih hendaknya terlebih dulu Ibrahim menajamkan pisaunya agar ia cepat mati dan tidak lagi timbul kesakitan maupun penyesalan ayahnya.

Kedua, ketika menyembelih wajah Ismail harus ditutup agar tidak timbul rasa ragu dalam hati ayahnya, karena merasa kasihan melihat wajah anaknya.

Ketiga, bila penyembelihan telah selesai agar pakaian Ismail yang berlumuran darah dibawa ke hadapan ibunya, sebagai saksi bahwa qurban telah dilaksanakan.

Dengan berserah diri kepada Allah, Ismail pun dibaringkan dan dengan segera Nabi Ibrahim menyentakkan pisaunya dan mengarahkan ke leher anaknya. Akan tetapi, Allah SWT mengganti Ismail dengan seekor domba besar (QS. 37: 107).

Peristiwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kemudian diabadikan oleh Allah SWT menjadi salah satu unsur syariat Islam, yang hingga kini dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu.


Hukum Menyembelih Qurban

Pertama, ketentuan umum:

Sembelihlah (al-dzabihah) hewan yang dihalalkan untuk memakannya dan disembelih secara syariat Islam. Yaitu disembelih dengan cara memotong jalan darah (dua urat nadi) lehernya (wadajain), jalan napas (al-hulqum), dan jalan makanan, minuman, dan kerongkongan (al-mari’u) dengan menggunakan alat yang tajam seperti pisau dan alat lainnya selain gigi, tulang, dan kuku dengan terlebih dahulu menyebut nama Allah (membaca bismillah).

Hewan yang disembelih adalah hewan yang dihalalkan oleh syariat Islam berdasarkan keterangan dari al-Quran dan al-Sunnah.

Kedua, ketentuan hukum:

Bahwa penyembelihan berdasarkan syariat Islam adalah penyembelihan hewan yang dihalalkan dengan mengikuti ketentuan syarat, rukun, dan adab atau etika penyembelihan.

Syarat bagi penyembelih adalah beragama Islam atau ahli kitab. Telah baligh, berakal, dan mumayyiz. Alat yang digunakan untuk menyembelih adalah benda atau alat yang tajam seperti pisau dan golok.

Cara penyembelihan adalah dengan memotong jalan darah dua urat nadi leher (wadazain), jalan nafas (al-hulqum) dan jalan makanan, minuman, atau kerongkonan (al-mari'u).

Sementara itu, syarat bagi hewan yang disembelih adalah hewan yang dihalalkan oleh syariat berdasarkan ketentuan Al-Qur'an dan Hadits. Kemudian, hewan yang tidak cacat karena bisa mengurangi dagingnya atau bisa menimbulkan bahaya.

Tak hanya itu, keadaan hewan juga yang memungkinkan untuk disembelih secara sempurna (maqdur 'alaih). Hewannya pun yang telah cukup umur, yakni untuk unta berusia 5 tahun, sapi atau kerbau berumur 2 tahun, dan kambing atau domba berumur 1 tahun memasukin umur 2 tahun. 

Waktu yang telah ditentukan syariat untuk melakukan penyembelihan hewan Qurban yaitu pada Hari Raya Iduladha dan Hari Tasyrik (10-13 Dzulhijjah).


Penulis adalah Ketua PCNU Kota Bekasi


(Follow akun instagram Kiai Zamakhsyari, klik di sini)

Tidak ada komentar