Banner

Breaking News

Qurban Sebagai Wahana Pendidikan Bermasyarakat


Ketua PCNU Kota Bekasi

Oleh: KH Zamakhsyari Abdul Majid

Dalam kehidupan bermasyarakat, kikir merupakan penyakit terbesar yang sering muncul. Seorang yang kikir dalam membelanjakan hartanya di jalan Allah, berarti kikir terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, jika ikhlas menginfakkan hartanya di jalan Allah, berarti telah mengangkat derajat dirinya ke tempat yang terpuji.

Dengan demikian, syariat berqurban merupakan wahana pendidikan umat dalam bermasyarakat. Berqurban bukan sekadar ibadah ritual yang mencerminkan rutinitas.

Seperti halnya puasa (ibadah yang hakikatnya mendidik seorang muslim agar mempunyai motivasi yang suci dan kuat, serta menaruh belas kasih terhadap orang lain) yang diberlakukan Allah sejak lama (sebagaimana disebut dalam surat Al Baqarah: 183), ibadah qurban juga telah disyariatkan Allah kepada umat terdahulu. Allah berfirman:

“Dan bagi setiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (qurban) agar mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka. Maka Rabb-mu ialah Rabb Yang Maha Esa. Karena itu, berserah dirilah kamu kepada-Nya dan berilah kabar gembira kepada orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS. Al Hajj 34).

Qurban berarti dekat atau mendekati. Penyembelihan binatang ternak dilakukan pada hari raya haji atau Iduladha, yakni pada 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Dalam sejarah, qurban juga disebut udhiah (menyembelih binatang di waktu matahari sedang naik di pagi hari) yang berasal dari kata dahwah atau dhuha diambil dari kata dahiyah yang jamaknya udhiah.


Dasar Pelaksanaan Qurban

Setidaknya, terdapat tiga dasar pelaksanaan Qurban. Pertama, Firman Allah SWT: “Sesungguhnya kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. 108: 1-3).

Kedua, Firman Allah SWT yang artinya: “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat).

Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta), dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS 22: 36).

Ketiga, Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang memperoleh suatu kelapangan, tetapi dia tidak berqurban, janganlah ia menghampiri tempat salat kami.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, dapat dipahami bahwa hukum melaksanakan ibadah qurban bukan wajib, tetapi sunnah muakkad (sunah yang dikuatkan). 

Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW: “Apabila kamu melihat hilal (awan bulan) Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berqurban, hendaklah ia menahan (diri untuk memotong) rambut dan kuku-kukunya (binatang yang akan diqurbankan).” (HR Jamaah kecuali Bukhari dari Ummu Salamah).


Penulis adalah Ketua Tanfidziah PCNU Kota Bekasi 



(Ayo follow instagram KH Zamakhsyari Abdul Majid)

Tidak ada komentar