Banner

Breaking News

Peristiwa 10 November: Kiai Abbas Buntet dan Cibarusah Bekasi


KH Abbas Abdul Jamil Buntet Pesantren Cirebon

Redaksi Media nubekasi.id

Pada 73 tahun lalu, terjadi pertempuran besar di Surabaya, Jawa Timur. Jejak sejarah peristiwa perlawanan kepada penjajah itu, lebih dikenal sebagai peristiwa 10 November.

Dalam peristiwa tersebut, terdapat sosok yang memegang peranan penting. Seorang ulama asal Cirebon, KH Abbas bin Abdul Jamil. Ia adalah putra sulung KH Abdul Jamil. Kiai Abdul Jamil adalah putra KH Muta'ad; menantu dari Pendiri Pondok Buntet Pesantren dan salah seorang mufti di Kesultanan Cirebon, Mbah KH Muqoyyim.

Kiai Abbas, menjadi komandan perang 10 November 1945. Ia berasal dari Pondok Buntet Pesantren, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ia memiliki kedekatan dengan KH Hasyim Asy'ari, tokoh pendiri Nahdlatul Ulama. Keduanya kerap berkolaborasi membesarkan pesantren.

Sebelum peristiwa 10 November, Kiai Abbas seringkali pergi ke Jawa Timur. Di sana, ia ikut membantu mengajar di Pondok Pesantren Tebuireng. Awalnya, Kiai Hasyim membuat rencana berkolaborasi dengan Jepang, tujuannya melatih strategi perang. Lalu, Kiai Abbas ditunjuk sebagai komandan strategi perang.

Momentum 10 November itu terjadi tidak lepas dari peran fatwa Resolusi Jihad NU. Fatwa tersebut membakar semangat warga untuk menghalau pasukan penjajah. Dari situlah kemudian, Kiai Hasyim secara langsung menunjuk Kiai Abbas menjadi komandan perang 10 November.

Sebenarnya, Resolusi Jihad hingga peristiwa 10 November merupakan sesuatu yang terencana dan terstruktur. Sebab awalnya, Kiai Hasyim membuat rencana kolaborasi dengan Jepang dengan tujuan melatih strategi perang. Kemudian Kiai Abbas yang ditunjuk sebagai komandannya.


Cibarusah, Pusat Latihan Laskar Hizbullah

Masjid Al-Mujahidin, Cibarusah, Bekasi


Sebelum terjadi peristiwa 10 November, Kiai Abbas dan Kiai Hasyim mengirimkan sejumlah orang ke Cibarusah, untuk menguatkan strategi. 

Di Cibarusah, salah satu bangunan bersejarah itu adalah Masjid Al-Mujahidin yang berada di Kampung Babakan, Desa Cibarusah, Bogor (sejak 1950 Cibarusah baru dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Bekasi). Masjid ini didirikan pada zaman kolonial Belanda, Juni 1937.

Masjid ini telah menjadi saksi sejarah dan memegang peranan penting dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia. Dulu, basis perjuangan Laskar Hizbullah ada di Masjid Al-Mujahidin. 

Latihan semi-militer Hizbullah diselenggarakan selama dua bulan. Pada angkatan pertama latihan, diikuti sekitar 150 pemuda yang dikirim dari tiap keresidenan di seluruh Jawa dan Madura. Masing-masing keresidenan mengirim lima pemuda. Sedang jumlah anggota Hizbullah diperkirakan mencapai 50 ribu orang.

Pusat latihan Laskar Hizbullah terletak di sebuah tanah lapang seluas 20 hektare dekat perkebunan karet. Beberapa bedeng terbuat dari bambu dan kayu yang didirikan untuk asrama, ruang belajar teori, masjid, dapur, dan ruang makan.

Barak-barak itu hanya bangunan sementara, tetapi punya kelebihan dibanding dengan benteng serdadu Jepang. Alasannya, karena bangunan terletak di alam terbuka yang berlatar belakang desa-desa dan perbukitan. Udaranya lebih jernih dari udara di kota.

Meski latihan semi-militer hanya dua bulan, Laskar Hizbullah cukup memberi amunisi kepada para pemuda ketika itu. Maka, tatkala pecah perang kemerdekaan pada 10 November, Hizbullah bersama tentara reguler dan badan-badan perjuangan lainnya, termasuk Sabilillah, siap bertempur dan berperan penting dalam perang tersebut.

Hingga akhirnya, para ulama dan santri di bawah pimpinan Kiai Abbas Abdul Jamil dalam pertempuran 10 November berhasil mengusir para penjajah. Kiai Abbas pun kembali ke aktivitas biasanya yakni mengajar di Buntet Pesantren.

Kiai Abbas wafat saat terjadi peristiwa Perjanjian Linggarjati pada 1946.

"Ya, Kiai Abbas wafat saat ada Perjanjian Linggarjati. Kiai Abbas sempat shock dengan poin-poin yang disepakati dalam perjanjian itu," tutur Kang Ayip (putra ketiga KH Abdullah Abbas, putra pertama KH Abbas Abdul Jamil)  seperti dilansir dari detikcom, pada 10 November 2018.



(Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar