Banner

Breaking News

Kenapa HTI Tak Difatwa Sesat?


Muslimah HTI saat sedang unjuk rasa. Sumber gambar: merdeka.com


Oleh: Redaksi PCNU Kota Bekasi



Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) kini menjadi organisasi terlarang di Indonesia. Keberadaannya jelas mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selain itu, kalau HTI tetap eksis dan tidak dibubarkan, maka akan memperuncing ketajaman konflik sesama anak bangsa. Bagaimana tidak? Sejak kecil, masyarakat Indonesia telah dididik untuk memiliki rasa nasionalisme, sementara HTI mengharamkannya.


Hormat kepada bendera merah-putih sebagai simbol negara, tidak diperbolehkan. Menyanyikan lagu Indonesia Raya, tak diperkenankan. Orang-orang yang berafiliasi dengan HTI mencari-cari dalil dan teks suci untuk memperlancar agenda besar membentuk Khilafah Islamiyah. Kepemimpinan Nabi Muhammad kala mencetuskan Piagam Madinah dianggap sebagai kepemimpinan politik yang agama-agama lain harus tunduk di bawah kibaran panji Islam.


Ulama-ulama dicatut, sebagai legitimasi atas keinginan politiknya. Sebagian besar tokoh yang menentang sistem Khilafah Islamiyah dianggap anti-Islam. Padahal, sumber primer Islam tidak ada yang secara eksplisit menganjurkan atau bahkan mewajibkan umat Islam untuk mendirikan sistem Khilafah Islamiyah. Itulah sebabnya, Hizbut Tahrir (HT) --sebagai organisasi transnasional-- telah dilarang di banyak negara. Bahkan, di Yordania sekalipun, tempat pertama kali HT dideklarasikan sebagai organisasi politik keagamaan.


Mereka menyasar masyarakat akar rumput yang awam soal agama. Membubuhi retorika dengan dalil keagamaan yang kalau dibantah maka akan terlabeli sebagai kufur dan anti-Islam. Negara Kesatuan Republik Indonesia dianggap sebagai wilayah kufur yang mesti 'diislamkan'. Pertanyaannya, kalau NKRI merupakan negara kufur, kenapa pula ada banyak instansi keislaman di dalamnya? Bahkan, Kementerian Agama pun hadir untuk mengelola tata kehidupan beragama di Indonesia.


Terlepas dari bagaimana mereka mempermainkan lidah dengan teks suci untuk mengelabui masyarakat awam dan mekanisme pemerintah dalam membubarkan HTI, ada satu hal yang saya perhatikan. Sebagai organisasi yang (sudah) dilarang karena mengancam eksistensi demokrasi di Indonesia, saya belum mendengar ada Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sesat bagi HTI.


Sebab akan menjadi permasalahan manakala HTI tidak difatwa sesat, sekalipun telah dilarang keberadaan organisasinya, ia akan mewujud menjadi komunitas-komunitas kecil dengan nama yang berbeda. Eksistensinya akan terus hidup selama belum ada label dari MUI; yang memiliki kapasitas untuk mengontrol perkembangan ideologi keislaman di Indonesia.


Mari beranjak ke beberapa kasus sebelumnya. Beberapa organisasi atau komunitas dengan sangat cepat telah dilabeli sesat oleh MUI. Diantaranya Jaringan Islam Liberal (JIL), Komunitas Eden, Ahmadiyah, Syiah, dan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Lalu, kenapa HTI tak kunjung difatwa sesat oleh MUI? Pasca dikeluarkannya fatwa sesat, maka secara otomatis masyarakat pasti akan berbondong-bondong menjauhi kelompok-kelompok itu.


Sebab selama ini, MUI selalu dijadikan rujukan bagi masyarakat awam dalam menentukan pilihan hidup beragama. Orang-orang di akar rumput akan menjauh dari kelompok sesat versi MUI. Lantas, yang ada di pikiran saya adalah; saat HTI tidak difatwa sesat, sekalipun tidak sejalan dengan Pancasila, bisakah pemikiran keagamaan mereka dibenarkan? Padahal, kita sering dipertontonkan perdebatan sengit untuk membedah pemikiran Islam ala HTI.


Salah satu dari sekian banyaknya tokoh yang memiliki argumentasi matang menentang HTI adalah seorang penulis muda berbakat, Makmun Rasyid. Ia telah menelurkan sebuah karya tulis yang dibukukan berjudul Hizbut Tahrir Indonesia: Gagal Paham Khilafah. Juga, seorang kandidat doktor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pengamat politik Islami, Muhammad Sofi Mubarok, dengan buku Kontroversi Dalil-Dalil Khilafah.


Meski tidak secara langsung menyindir HTI, Sofi Mubarok dalam bukunya menegaskan bahwa tidak ada teks keagamaan yang mewajibkan berdirinya sistem politik dan tata negara semacam Khilafah Islamiyah ala HTI. 


Maka, menarik menurut saya, saat kita mempertanyakan soal status keagamaan HTI selama ini? Adakah kesesatan dalam tubuh HTI sebagaimana JIL, Gafatar, dan Syiah? Singkatnya, MUI wajib keluarkan fatwa sesat untuk HTI agar masyarakat di akar rumput tidak mudah terpengaruh dengan wujud lain dari organisasi terlarang itu. Toh, Ketua Umum MUI sudah menyatakan dukungan pembubaran HTI (baca: Ketua Umum MUI Dukung Langkah Pemerintah Bubarkan HTI dan MUI: Sistem Khilafah Tidak Relevan Lagi).


Bagaimana?


Wallahu A'lam


Aru Elgete
Wakil Ketua Lembaga Pers dan Penerbitan PC IPNU Kota Bekasi

Tidak ada komentar