NU Kota Bekasi Beradaptasi dengan Zaman
Segala hal punya
sejarah. Ia yang dinamakan sebagai masa lalu. Sebuah spionase untuk terus
berjalan, menatap masa depan. Menjadi bayang-bayang untuk senantiasa melecut,
menembus dimensi waktu yang takkan berhenti sedetik pun.
Para bijak bestari kerap berkata, siapa yang dapat berdamai dengan masa lalu niscaya akan menemukan titik cerah dan harapan bahagia di masa kini dan mendatang. Akan tetapi, bagi siapa saja yang tidak bisa sedikit pun berdamai dengan masa lalu, maka bersiaplah untuk hidup dengan bayang-bayang keraguan.
Parahnya, akan menemui hal-hal yang tidak diinginkan. Masa lalu yang tidak bisa didamaikan, laksana jeruji besi yang mengerangkeng ruang gerak untuk terus berhadap-hadapan dengan berbagai kemungkinan yang ada di depan mata.
Para bijak bestari kerap berkata, siapa yang dapat berdamai dengan masa lalu niscaya akan menemukan titik cerah dan harapan bahagia di masa kini dan mendatang. Akan tetapi, bagi siapa saja yang tidak bisa sedikit pun berdamai dengan masa lalu, maka bersiaplah untuk hidup dengan bayang-bayang keraguan.
Parahnya, akan menemui hal-hal yang tidak diinginkan. Masa lalu yang tidak bisa didamaikan, laksana jeruji besi yang mengerangkeng ruang gerak untuk terus berhadap-hadapan dengan berbagai kemungkinan yang ada di depan mata.
Begitu pula NU Kota Bekasi. Sebuah organisasi Islam kemasyarakatan di tingkat lokal yang juga pernah bercumbu dengan masa lalu. Ia, sebagai subjek, kerapkali berjibaku dengan berbagai tantangan dan rintangan yang tidak mudah untuk dilewati begitu saja.
Terlebih, berada pada lingkaran sebuah daerah yang dikenal dengan maraknya radikalisme. Bahkan, menurut penelitian dari berbagai sumber terpercaya, termasuk Wahid Institute, Kota Bekasi menjadi daerah tempat transit para teroris sebelum beranjak ke sasaran, yakni Ibukota DKI Jakarta. Perjalanan NU Kota Bekasi cukup terjal dan, bisa dikatakan, agak rentan terkena dampak buruk.
Namun rupanya, seluruh anggapan tentang kebahayaan di kota semi-metropolis itu dapat dengan mudah ditepis oleh NU Kota Bekasi. Hal itu dibuktikan dengan kerja kemasyarakatan yang dilakukan.
NU Kota Bekasi tidak berjalan sendiri dalam menciptakan sebuah peradaban yang bermartabat. Melainkan, bergandengan tangan dengan dan saling merangkul satu sama lain. Aparatur pemerintahan, aparat kepolisian, tantara, masyarakat sipil, hingga ormas Islam lainnya dirangkul dan diajak kerja sama untuk menciptakan Kota Bekasi sebagai daerah yang aman, damai, dan penuh ketenteraman.
Di masa-masa awal, di
Kota Bekasi, atau bahkan sebelum itu, saat Bekasi masih satu dengan nama
kabupaten, NU sudah berjalan cukup baik. Sekalipun hanya dalam tataran
amaliyah, NU sudah merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Bekasi.
Upacara-upacara keagamaan, mulai dari kelahiran hingga kematian, kerap dilakukan sebagai penghormatan dan kebersyukuran atas nikmat yang telah diberikan. Selain itu juga sebagai pengingat atau perekat diri kepada Sang Maha Pencipta, Allah subhanahu wa ta’ala. NU terus berderap, walau secara organisasi sangat belum matang. Terlebih pada zaman orde baru yang segala tindak-tanduk NU senantiasa dibatasi dan diawasi.
Upacara-upacara keagamaan, mulai dari kelahiran hingga kematian, kerap dilakukan sebagai penghormatan dan kebersyukuran atas nikmat yang telah diberikan. Selain itu juga sebagai pengingat atau perekat diri kepada Sang Maha Pencipta, Allah subhanahu wa ta’ala. NU terus berderap, walau secara organisasi sangat belum matang. Terlebih pada zaman orde baru yang segala tindak-tanduk NU senantiasa dibatasi dan diawasi.
Walau demikian, para
ulama Bekasi tetap tak mengindahkan hal itu. Mereka melakukan gerilya,
mendatangi rumah-rumah warga, saling bersilaturahmi, mengunjungi para tokoh
masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat untuk melakukan konsolidasi dan kerja
sama lahir batin untuk menghidupkan nilai-nilai Islam di tanah perjuangan ini.
Sebab, yang tersisa dari Bekasi hanyalah para pahlawan kemerdekaan yang banyak
berasal dari kaum agamawan, terlebih dari Islam yang disebut dengan akrab
dengan panggilan: kiai.
Kini, NU Kota Bekasi sudah berjalan kurang lebih sekitar tiga periode. Berbagai
zaman telah dilalui. Torehan sejarah sudah dilampaui. Hingga pada akhirnya masuk
ke dalam kubangan era milenial. Yakni sebuah zaman yang disebut-sebut sebagai revolusi
industri keempat.
Sebuah tatanan dunia yang terdigitalisasi, dilipat oleh
genggaman tangan, dikecilkan melalui sentuhan-sentuhan di layar yang tidak
terlalu besar, dan digaduhkan pula oleh kekuatan tangan serta kedigdayaan
kemerdekaan pikiran.
Maka dari itu, mau tak mau, NU harus adaptif, harus senantiasa
melakukan inovasi agar tak tergerus zaman yang kian maju. NU tidak boleh
stagnan, tidak boleh mati. NU di tingkat lokal harus hidup, menghidupi kegiatan
dengan berbagai publikasi ke khalayak luas melalui media digital.
(Inilah sebuah prolog dari buku yang akan terbit dalam waktu dekat ini: Peradaban Baru Dalam Historis NU Kota Bekasi)
Tidak ada komentar