Banner

Breaking News

Seruan Pilkada Serentak 2018: Jaga Kewarasan Akal


Ilustrasi. Sumber: sakhab.ir


Oleh: Redaksi Media NU Kota Bekasi

Akal menjadi pemberian atau kado paling istimewa yang Allah berikan kepada manusia. Keistimewaan akal adalah menjadi pembeda dengan makhluk lainnya.

Hewan, misalnya, sangat jauh berbeda dengan manusia yang mampu secara maksimal dalam memfungsikan kecerdasan akalnya.

Salah satu diantara sekian banyaknya hal yang mewarnai kehidupan manusia adalah soal bagaimana menggunakan akal dengan sangat baik. 

Pada akal terletak potensi dan aktifitas untuk menimbang, berpikir, menentukan pilihan-pilihan, atau mengambil satu alternatif keputusan atas rangkaian setiap masalah yang datang di keseharian.

Karenanya, keberadaan dan kewarasaan akal sangat menentukan eksistensi dan aktualisasi manusia di tengah kehidupan bermasyarakat. 

Setiap manusia tentu memiliki perbedaan dengan manusia yang lain. Meskipun sama-sama berakal dan sudut pandang.

Perbedaan itu bukan karena terjadi ketimpangan atas kewarasan akal di antara satu (manusia) dengan yang lainnya. Akan tetapi, barangkali, setiap atau sebagian manusia mengarahkan potensi akalnya ke arah yang berbeda.

Mungkin pula karena tingkat kecerdasan manusia satu dengan yang lainnya berbeda. Sehingga sebagian orang melihat dengan akurat apa-apa yang tak kasat mata oleh sebagian yang lain. 

Seiring bertambahnya usia manusia, akal kian berkembang untuk meningkatkan daya berpikir, berinovasi, tajam menentukan pilihan, dan berkehendak yang tentu tak sama dengan yang lain. 

Dengan demikian, akal menjadi penentu bagi kehidupan manusia. Akal pula yang menentukan kehidupan ini menjadi statis, dinamis, mundur, maju, primitif, atau berperadaban maju.

Dalam Islam, akal menjadi syarat pembebanan hukum, sehingga manusia yang tidak waras akalnya sama sekali tidak dibebani kewajiban untuk melaksanakan ajaran agama.

Bahkan, untuk menegakkan syari'at Islam, salah satunya adalah memelihara dan mengelola akal pikiran. Hal ini bukti bahwa agama hanya untuk manusia yang waras akalnya.

Maka, dalam beragama pun, setiap orang wajib menjaga kewarasan akalnya. Artinya, tidak memahami maksud atau menjalankan agama berdasar pada hawa nafsunya.

Bencana kemanusiaan seringkali mengemuka karena manusia cenderung tidak menggunakan akalnya secara proporsional dalam beragama.

Sementara itu, kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak yang akan dilangsungkan pada Rabu (27/6) besok, merupakan salah satu momentum pendayagunaan akal.

Jauh-jauh hari kita sudah dihadapkan pada pilihan, tinggal bagaimana akal yang bekerja mencari kebenaran dan kebaikan terhadap pemimpin yang dipilih untuk lima tahun ke depan.

Sudah sejak beberapa waktu yang lalu, segala macam kejadian jelang Pilkada Serentak sudah kita saksikan bersama. Intrik, ujaran kebencian, menjatuhkan yang lain, fitnah, dan lain sebagainya telah menjadi penyedap dari aroma pesta demokrasi.

Dari kejadian-kejadian itu pula, kita dapat melihat para kontestan (calon kepala daerah) dengan akal sehat, mana yang benar-benar layak dipilih dan mana yang seringkali kedapatan berlaku curang dan penuh intrik.

Bahwa setidaknya terdapat empat karakter yang mampu diakalkan oleh kita. Benarkah pilihan kita itu adalah orang yang cerdas (fathonah)? Apakah calon pemimpin kita benar-benar dapat dipercaya (amanah)?

Bagaimana perkataan calon kepala daerah kita ke depan, senantiasa berkata jujur (shiddiq) kah? Atau, pemimpin yang akan kita pilih, transparan (tabligh) kah?

Dengan demikian, penggunaan akal terhadap penentuan pilihan esok hari adalah hal mutlak yang harus difungsikan dengan sebaik mungkin. 

Terakhir, pastikan bahwa pemimpin yang akan kita pilih adalah seseorang yang logis dalam berpikir, nyata dalam bertindak, dan tidak hanya mampu melakukan retorika tanpa kerja apa-apa.


Wallahu A'lam...

Tidak ada komentar