Banner

Breaking News

Tugas Orang Bertaqwa Itu Bukan Provokasi, Tapi Mendamaikan




Sikap orang Islam, orang-orang saleh, dan orang-orang bertaqwa, menurut Habib Ahmad bin Novel bin Jindan adalah ishlah dzatal bain watta’amim ‘uyubinnas wastriha. Akhlaknya mereka itu suka mendamaikan umat Islam satu sama lain. Pekerjaan mereka, orang-orang saleh terdahulu adalah mendamaikan orang yang berselisih, bukan memprovokasi. Terlebih, membuat ribut dan rusuh.


Tak peduli siapa pun yang ada di hadapan; penguasa, pemimpin, pejabat, ahli maksiat, muslim atau pun kafir; tugasnya orang-orang saleh sejak dulu hingga kini adalah mendamaikan setiap pihak.


“Saya mau bertanya, terlepas dari ini semua, kita ini enaknya hidup damai atau ribut? Hanya orang gila yang lebih memilih hidup ribut dan rusuh dibanding hidup damai. Agama apa itu yang mengajak orang hidup ribut dibanding hidup damai? Agama yang macam bagaimana? Wallahi, hanya orang yang tidak punya akal yang menganut agama macam begini. Agama aneh yang lebih memilih keributan dan kerusuhan dibanding kedamaian. Dari mana itu? Heran kita,” dawuh Habib Jindan di salah satu ceramahnya, beberapa waktu lalu.


Ia mengungkapkan bahwa orang-orang terdahulu sampai sekarang, khususnya para ulama, maka tidak ada seorang pun dari mereka yang kesibukannya selain mendamaikan setiap orang atau pihak yang berselisih.


“Kita kalau lihat orang-orang tua kita dari dulu sampai sekarang, al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi kalau kita baca sejarah hidupnya, al-Habib Ahmad bin Hasan Alattas kalau kita baca sejarah hidupnya, al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir kalau kita baca sejarah hidupnya. Siapa lagi yang mau kita sebutkan? Lima puluh (50) dari orang-orang pemimpin para wali di setiap jaman, mau 100 atau 200 dari kaum Alawiyyin saya bisa sebutin satu persatu, tidak ada seorangpun dari mereka melainkan kesibukan mereka mendamaikan tiap orang/pihak yang berselisih,” ungkapnya.


Maka, lanjut Habib Jindan, di Hadlramaut ada yang disebut Munshib. Yakni, pemimpin atau kepala suku dari suatu kabilah dari kaum Alawiyyin. Ada  pula Munshib Al-Attas, pemimpin dari keluarga Al-Attas. Juga, pemimpin keluarga Bin Syaikh Abubakar dan pemimpin keluarga Al-Habsyi.


“Tahu tidak tugas mereka itu apa? Mereka sebagai pemimpin dari keluarga besar tersebut, mereka dengan keluarga besarnya itu mendamaikan ummat, mendamaikan penguasa, mendamaikan para pejabat, tidak memihak kepada siapapun, mereka hanya mendamaikan,” tuturnya dengan sangat lembut.


Terkadang, mereka mengeluarkan uang dengan nominal yang sangat besar dari kantong pribadi, hanya untuk mendamaikan dua orang. Sebab, yang mereka harapkan hanya ridha Allah. Tidak ada yang lain, tidak ada provokasi dan kerusuhan.


“Wallahi mereka korbankan segalanya untuk mendamaikan. Cari! Cari dari aslaf (para ulama pendahulu) kita sampai atas yang (kerjaannya) lain dari ini, tidak ada!” tegasnya.


Kecuali, datang setelahnya kaum yang bernisbah kepada mereka, tidak tahu mengikuti jalan yang mana. Menyimpang dari ajaran Allah tapi mengatasnamakan ajaran Allah. Makanya kita bingung. Adanya para pendakwah di Indonesia, mulai dari Habib Ali Kwitang, Habib Salim Jindan, Habib Ali bin Husein Al-Attas, hingga Walisongo hanya bertugas untuk mendamaikan.


“Habib Utsman Bin Yahya Mufti Betawi yang kita semuanya bangga dengannya, lihat bagaimana mendamaikan bahkan antara pribumi dengan penjajah Belanda demi untuk mencari kedamaian dan ketentraman. Dia rela mengorbankan nama besar dan nama baiknya, mau dibilangin antek Belanda atau antek apa tidak urusan. Yang penting inilah ajaran Allah, membawa kedamaian dan mencari ketentraman, jangan sampai darah ditumpahkan,” katanya.


Habib Utsman Bin Yahya dibilang antek penjajah, bagian dari Belanda. Padahal, Habib Utsman merupakan mufti di jaman penjajahan Belanda. Namun, itulah ajaran mereka. Sebab, yang mereka cari hanya Allah. Inilah yang kita warisi dari orang-orang tua kita, ishlah dzatal bain, mendamaikan orang. Tidak membikin ribut, rusuh, dan memperkeruh permasalahan.


“Wah, dia orang dzalim!” Kata Habib Jindan dan kemudian ia mengatakan bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Justru, dirinya menyarankan untuk menarik orang-orang dzalim itu untuk ke jalan Allah.


“Tarik mereka dari kedzaliman. Bimbing mereka ke jalan Allah dengan penuh kasih sayang. Ini jalan yang ditempuh orang-orang tua kita. Tidak ada lagi jalan lain. Imam al-Haddad mengatakan, tidak ada jalan setelah jalannya para nabi, para sahabat Nabi, keluarga Nabi, melainkan kesesatan. Terserah mau mengikuti yang mana,” pungkasnya.



*Tulisan di atas disadur dari artikel yang bersumber dari muslimoderat.net

Tidak ada komentar