Banner

Breaking News

Kenapa Ulama NU Seringkali Kontroversi?




Ulama-ulama yang menjadi panutan dan pimpinan di Nahdlatul Ulama (NU) bukan sembarangan. Yaitu ulama yang tidak terlalu normatif atau standar. Akan tetapi, tokoh pimpinan NU merupakan sosok yang memiliki kecerdasan intelektual di atas rata-rata.


Demikian diungkapkan Sekretaris Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PW IPNU) Jawa Barat Rizki Topananda saat menjadi pemantik diskusi pada kegiatan Ngobrol Perdalam Intelektual (Ngopi) dengan tema NU Pra-Kemerdekaan yang sebelumnya dilakukan nonton bareng (nobar) Film Sang Kiai, Ahad (15/4).


Menurutnya, NU memiliki pola atau metode berpikir yang berbeda sejak dulu hingga kini. Pemikiran dan gagasan ulama NU terkadang cenderung kontroversi, sehingga membuat kebanyakan orang tidak paham. Parahnya memunculkan prasangka buruk terhadap NU.


“Misal, Ketua PBNU sekarang KH Sa’id Aqil Siroj. Beliau selama sekitar 16 tahun menimba ilmu di Timur Tengah dan mendapat julukan ‘Perpustakaan Berjalan’. Gelar doktornya atau disertasinya itu merujuk pada ratusan bahkan ribuan kitab-kitab ulama terdahulu. Beliau menguasai ilmu tasawuf, karena kuliah doktoralnya memang tentang tasawuf,” katanya.


Rizki mengungkapkan bahwa terdapat banyak ilmu yang telah dikuasai Kiai Sa’id. Sehingga manakala berbicara mengenai NU, maka jangan berpikir bahwa ulama NU sama dengan ulama-ulama lainnya yang sangat standar keilmuannya.


“Nah, begitu pun pemikiran dan tindakan Hadlratussyaikh Hasyim Asy’ari yang seringkali tidak dipahami oleh awam kebanyakan,” katanya.


Pria yang pernah menjadi Ketua PC IPNU Kota Bekasi masa khidmat 2014-2016 ini mrngatakan bahwa sejak dulu NU beberapa kali mendapat peran di pemerintahan. Sejalan dengan itu, banyak orang yang tidak paham dengan sepak terjang yang sedang dilakukan NU. 


“Di film kita lihat, sekelas Mbah Hasyim Asy’ari saja ditentang oleh Harun, seorang santri yang dari kecil menuntut ilmu di Tebuireng dan bahkan dinikahkan dengan wanita pilihannya. Syukurnya, di akhir dia menyadari bahwa pikirannya adalah salah dan jelas jauh berbeda terhadap pemikiran Hadlratussyaikh,” katanya.


Harun, lanjut Rizki, terlalu mengedepankan hawa nafsu, sedangkan Hadlratussyaikh berpikir sangat jauh ke depan. Sebab yang dipikir Harun untuk melawan penjajah Jepang harus dilakukan dengan berperang.


“Tapi kan cara tempur dan perang itu sudah lama kita lakukan, kita gak merdeka. Sampai 350 tahun oleh Belanda, kita belum juga merdeka. Tapi Jepang hanya 3,5 tahun kita merdeka. Itu berkat Hadlratussyaikh yang membuka jalur kooperatif, bukan konfrontatif. Poin itu yang harus kita pahami,” pungkasnya. (Aru Elgete)

Tidak ada komentar