Banner

Breaking News

Beda Ulama NU dengan Perongrong NKRI




Rizki Topananda



Nahdlatul Ulama (NU) dibentuk pada 31 Januari 1926 bermaksud untuk mengirim utusan ke Arab Saudi. Lebih jauh, dengan maksud agar mengcounter paham wahabi untuk tidak masuk ke Indonesia. Sejak pertama didirikan, NU sudah jelas. Menolak gerakan wahabi berkembang di Indonesia.


Hal tersebut dikatakan Sekretaris Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PW IPNU) Jawa Barat Rizki Topananda usai nonton bareng (nobar) Film Sang Kiai dalam agenda Ngobrol Perdalam Intelektual (Ngopi) dengan tema NU Pra-Kemerdekaan, di Sekretariat IPNU, Jalan Veteran 22, Margajaya, Bekasi Selatan, Ahad (15/4).


Termasuk juga, Rizki melanjutkan, NU didirikan untuk membangkitkan semangat ulama dan santri membela tanah air demi memerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NU lahir jauh sebelum Indonesia merdeka, selisih waktu 19 tahun sebelum kemerdekaan.


“Tapi yang unik dan menariknya pada tahun 1936 (9 tahun sebelum Indonesia merdeka) di Banjarmasin, NU sudah menentukan landasan negara bahwa Indonesia adalah Darussalam bukan Darul Islam. Jadi kalau akhir-akhir ini banyak pihak yang ingin mendirikan negara khilafah di Indonesia, NU sudah menentukan dan ketok palu sebelum Indonesia merdeka,” ungkapnya.


Rizki menyebut bahwa jauh-jauh hari NU sudah membuat landasan bernegara karena telah paham kalau Indonesia segera merdeka. Ketika Indonesia merdeka, tidak lagi terjadi perdebatan mengenai dasar negara.


“Lalu, kenapa justru malah sekarang terjadi perdebatan?” tanya Rizki.


Ia mengajak siapa saja untuk melihat latar belakang dari berbagai pihak yang ingin menjadikan negara Indonesia sebagai negara bersyari’at Islam atau kekhilafahan Islam. Kemudian, Rizki berasumsi bahwa sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang baru mengenal agama.


“Ada seorang muallaf, getol membicarakan khilafah. Ada juga yang baru belajar agama, masuk usia SMA atau bahkan di bangku kuliah baru kenal agama dan getol ngaji. Mereka ada juga yang tidak pernah belajar agama di pesantren, sekolah atau kampus mereka pun adalah lembaga pendidikan umum. Ini jadi catatan kita semua,” tuturnya.


Menurut Rizki, mereka itulah orang-orang yang secara pondasi keagamaan sebenarnya belum kuat tetapi justru memiliki semangat belajar agama yang tinggi. Hasilnya, mereka justru keliru memahami agama.


Bedanya dengan Ulama NU


Sedangkan Islamnya para ulama NU yang telah berkontribusi menentukan landasan negara, tambah Rizki, adalah orang-orang yang sangat paham soal agama. Jangankan belajar agama, lahirnya saja di pesantren. Sejak kecil sudah diperkenalkan dan diajarkan ilmu agama, berproses dan tidak instan.


“Jadi, tidak ada yang kita ragukan lagi terhadap keilmuan para ulama kita. Bahkan Hadlratussyaikh, yang kita ini dianggap sebagai pengamal amalan bid’ah dholalah yang tidak ada landasannya, merupakan ulama akhir di Timur Tengah yang paham dan hapal ribuan hadits. Keliru kalau kita memahami ulama NU itu tidak melihat hadits,” katanya.


Saat mendirikan NU, gagasan dan peran KH Hasyim Asy’ari tidak lepas dari ulama besar yang ada di belakangnya. Salah satunya Syaikhona Kholil Bangkalan Madura. Syekh Kholil tidak lepas dari sejarah berdirinya NU, termasuk KH As’ad Syamsul Arifin yang diutus untuk membawa tasbih dan tongkat untuk diberikan kepada kakek dari Presiden keempat Republik Indonesia itu.


“Dan NU sejak berdiri dijadikan sebagai jam'iyah ijtima’iyah diniyah. Yaitu organisasi keagamaan masyarakat. Jadi NU awal berdirinya bukan partai politik,” kata Rizki.


Namun dalam perjalanannya, NU selalu dihadapi dengan berbagai pilihan politik. Baik terhadap pemerintah Belanda, Jepang, maupun pemerintah pasca-kemerdekaan. Semasa hidup, KH Hasyim Asy’ari menjadi panutan dan penentu kebijakan.


“Contoh, ketika rencana untuk mendirikan pasukan Hizbullah, Kiai Wahid Hasyim sudah sepakat. Namun, keputusan ia serahkan kepada KH Hasyim Asy’ari yang akhirnya memutuskan untuk mendirikan pasukan perang dengan nama Laskar Hizbullah, bukan Heiho,” pungkas Rizki. (Aru Elgete)

Tidak ada komentar