Banner

Breaking News

Selamat Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial se-Dunia


Sumber gambar: satuharapan.com


Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Segala kehidupan dan penghidupan bergantung pada kehendak orang tua. Si anak dapat dijadikan seorang Nasrani, Yahudi, bahkan Majusi, semua tergantung pada bagaimana didikan orang tua sejak dalam kandungan. Demikian diungkapkan Rasulullah dalam sebuah hadits yang sangat populer diperdengarkan dari atas mimbar keagamaan.


Makna bebasnya, jika kita bertolak dari bagaimana para mufassir menafsirkan adalah bahwa setiap manusia dilindungi hak-haknya, sekalipun oleh orang tuanya sendiri. Dalam narasi positifnya, Islam mengatur tata kelola hak asasi manusia sejak bayi belum keluar dari rahim sang ibu. Bahkan, semua agama tentu punya aturan masing-masing untuk menjaga satu sama lain dan melarang perbuatan tercela yang dimaksudkan untuk melecehkan orang lain yang berbeda.


Dalam surat Ar-rum ayat 23, misalnya, kita bisa menemukan sebuah deskripsi untuk saling mencintai satu sama lain. Sebab, menghormati dan menghargai perbedaan merupakan tanda kebersyukuran seseorang kepada Allah, serta meyakini betapa besar tanda-tanda kekuasaan-Nya. Hal tersebut sebagai sebuah sinyal bahwa Allah tentu tidak menyukai perilaku diskriminatif yang diarahkan kepada orang yang berbeda.


Justru, dengan sangat santun Allah menganjurkan orang-orang beriman untuk saling mengenali perbedaan (Al-Hujurat: 13). Setelah Allah menciptakan manusia dari jenis yang berbeda, laki-laki dan perempuan, Dia pun menjadikan perbedaan dan latar belakang. Tujuannya, bukan untuk berperang dan bermusuhan satu dengan yang lain, tetapi justru untuk saling mengenal, memahami, dan mengerti bahwa perbedaan adalah sesuatu yang bersifat given.


Pada awal abad 20 hingga tahun 1990, di Afrika Selatan terdapat sebuah pemisah bagi bangsa kulit hitam dan putih. Perbuatan itu disebut Apartheid. Sebuah sistem pemisahan ras yang diterapkan pemerintah kulit putih. Atas kebijakan itu, penduduk Afrika Selatan digolongkan menjadi empat bagian. Yakni kulit putih keturunan Eropa, Bantu (salah satu suku bangsa di Afrika Selatan), orang Asia --yang mayoritas-- dari Pakistan dan India, serta orang kulit berwarna campuran dari kelompok Melayu Cape.


Golongan terakhir itu adalah warga keturunan melayu yang berada di Cape Town, Provinsi Western Cape, Afrika Selatan. Sebagian besar dari mereka merupakan orang-orang yang memiliki garis keturunan Indonesia. Berdasarkan sejarah yang ditemukan, mereka adalah keturunan orang-orang buangan semasa era kolonial Belanda.


Pemisahan suku di Afrika Selatan mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pun mengutuk perbuatan itu. Rakyat Afrika Selatan juga melakukan pemberontakan mengenai perlakuan yang bertolak dari hukum dasar kemanusiaan. Seluruh rakyat berkulit hitam berkali-kali mengadakan aksi besar-besaran kepada pemerintah.


Gerakan itu dipelopori African National Congress (ANC) di bawah pimpinan Nelson Mandela. Namun, kuasa pemerintah tak tinggal diam. Pelopor itu ditangkap dan dijebloskan ke penjara pada 1962 dan baru dibebaskan 11 Februari 1990, saat telah berganti pemerintahan. Kebebasannya itu serupa angin segar bagi rakyat kulit hitam di Afrika Selatan.


Pada 2 Mei 1990, pemerintah mengadakan perundingan dengan ANC untuk membuat undang-undang nonrasial. Pada 7 Juni 1990, Presiden Frederik Willem de Klerk menghapus peraturan pemerintah sebelumnya yang memisahkan atau menggolongkan rakyat berdasarkan pada warna kulit.


Di suatu ketika pada pertengahan Maret, pernah terjadi pembantaian habis-habisan yang dilakukan bangsa kulit putih terhadap warga kulit hitam di Sharpeville, Afrika Selatan. Berkaca pada kejadian itu, pada 1966 tanggal 21 Maret PBB menetapkan sebagai Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial se-Dunia.


Tidak hanya itu, PBB juga terus berupaya untuk menghapus perbuatan diskriminasi berdasar ras dan suku. Melalui International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD). Sebuah konvensi atau permusyaratan hak asasi manusia untuk menghapus dan mengembangkan pengertian di antara semua ras.


ICERD juga melarang penyebaran kebencian. Kesepakatan itu berlaku sejak 4 Januari 1969 di New York, Amerika Serikat, dengan ditandatangi oleh 88 negara dan beranggotakan 177 negara. Indonesia salah satu diantaranya. Negara Pancasila ini sudah turut menandatangani, hanya saja belum meratifikasi hasil kesepakatan itu.


Persetujuan Indonesia itu tertuang dalam  UU Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1999 Tentang ICERD yang disahkan oleh Presiden BJ Habibie pada 25 Mei 1999 di Jakarta. Berkat itu, segala bentuk pengecualian, penindasan, dan pengerdilan manusia akan mendapat kecaman dari pemerintah. 


Kemudian, kita sebagai Umat Islam Indonesia seperti terenyuh ketika melihat sejarah perjuangan dalam menghapus segala macam perbuatan diskriminasi itu. Islam, sebagai agama yang membawa misi rahmatan lil 'alamin tentu melarang ketidaksukaan pada perbedaan yang diyakini sebagai bagian dari tanda kebesaran Ilahi.


Begitu pula halnya Indonesia, -sebuah negara yang tanahnya kita jejaki saban hari, yang udaranya terhirup tiap detik, serta ruangnya kita sesaki untuk mencari kehidupan yang layak- telah menetapkan perundang-undangan tentang larangan mengecualikan seseorang. Sebab, semua warga Indonesia berkedudukan sama.


Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. (UUD 1945 Pasal 1 & 2)

Lantas, bagaimana mungkin ada seorang Indonesia yang beragama Islam kemudian dengan pongahnya memberi pemisah dan jarak atas perbedaan? Saya rasa tidak mungkin. Tanda keberimanan seseorang adalah ketika ia mampu memahami perbedaan yang lahir dari rahim keniscayaan.


Selamat Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial se-Dunia. Semoga tak ada lagi permusuhan karena disebabkan perbedaan jenis kulit, ras, dan suku. Sebab dari semua perbedaan itu ada sebuah kesamaan yang menjadi kunci persaudaraan, yakni manusia. Itulah yang oleh warga NU dikenal sebagai puncak dari kebersaudaraan hidup seorang hamba, yaitu ukhuwwah insaniyah,


"Tugas manusia sesungguhnya adalah menjadi manusia seutuhnya," kata Multatuli.



Wallahu A'lam



Aru Elgete
Wakil Ketua Lembaga Pers dan Penerbitan PC IPNU Kota Bekasi 

Tidak ada komentar