Banner

Breaking News

Perkusi di Kota Bekasi Diisi Seminar Literasi


Kang Maman Suherman saat memotivasi hadirin untuk menulis dan membaca, Jumat (2/3).



Pekan Edukasi (Perkusi) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) se-Jawa Barat yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Jawa Barat, di Asrama Haji Kota Bekasi, pada 2-3 Maret 2018 berlangsung menarik.


Salah satu halnya adalah karena diadakan sebuah seminar motivasi menulis, pada Jumat (2/3). Seminar dimoderatori Ketua Pimpinan Cabang (PC) IPNU Kota Bekasi masa khidmat 2014-2016 yang kini menjabat sebagai Sekretaris PW IPNU Jabar Rizki Topananda. Ia memandu dua pembicara sekaligus, yakni Maman Suherman dan Makmun Rasyid.


Pada kesempatan itu, Maman memberi contoh dari perjuangan yang dilakukan Raden Ajeng (RA) Kartini. Ia menyebut bahwa pejuang emansipasi perempuan itu dapat dikenang dan dikenal banyak orang karena berhasil meninggalkan sejarah berupa tulisan, yang kemudian dibukukan dengan judul 'Habis Gelap Terbitlah Terang'. Sebuah tulisan yang dihasilkan atas perlawanan yang dilakukannya ketika itu.


"Bahkan, Kartini pernah dituding sebagai seorang yang anti-Islam. Padahal, kita semua tahu bahwa buku dan tulisannya itu terinsipirasi dari isi kandungan Al-Quran. Yakni yukhrijuhum minadzh-dzhulumati ilannur. Ia berhasil keluar dari kegelapan menuju cahaya pembebasan," ungkapnya.


Pria yang akrab disapa Kang Maman itu menyiratkan sebuah makna dari kandungan kitab suci yang dikutip RA Kartini sebagai sinyal bahwa menulis merupakan jalan keluar dari kegelapan. Untuk menulis, perlu ketekunan membaca. Namun sayang, tingkat membaca di Indonesia hanya 0,0001% dari jumlah penduduk yang ada saat ini.

"Dari 1000 orang yang berkumpul secara bersamaan, hanya satu orang yang punya minat tinggi untuk membaca. Bahkan, perpustakaan pun kini sepi. Hampir mirip dengan kuburan," katanya disambut gemuruh tawa dan tepuk tangan hadirin.

Menurutnya, malas membaca akan menimbulkan sikap konsumtif. Sehingga, sangat mudah dipengaruhi oleh berbagai kejahatan, salah satunya adalah narkoba. Sebab, membaca akan melatih seseorang mampu berpikir kritis.

"Perintah pertama dalam Islam itu adalah Iqro'. Kalimat itu bukan hanya sebagai perintah untuk membaca. Tetapi lebih dari itu. Yaitu amati dan amalkan apa-apa yang telah menjadi bahan bacaan. Dengan demikian, kita sebagai Umat Islam tidak lagi bisa dininabobokan oleh hegemoni zaman kekinian," katanya.


Tak jauh berbeda, Makmun Rasyid pun mengatakan bahwa untuk bisa menulis, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah membaca. Siapa pun yang tidak pernah membaca, jangan pernah berkhayal untuk bisa menjadi seorang penulis. Dalam membaca, terdapat dua hal yang harus diperhatikan. Yakni, kosongkan pikiran dan hadirkan keraguan pada teks yang sedang dibaca.

"Mengosongkan pikiran berarti merasa bahwa diri ini adalah bodoh. Tidak punya ilmu apa-apa. Kemudian, kita wajib meragukan kebenaran teks yang ada pada buku yang sedang dibaca. Karena saat percaya dengan buku yang anda baca, maka anda telah berhasil dibohongi oleh penulis," katanya.

Penulis buku 'HTI: Gagal Paham Khilafah' ini menyebut bahwa menulis itu mudah. Kunci untuk menulis, selain membaca, harus percaya diri. Semakin giat seseorang menulis, minat membaca harus terus ditingkatkan.

"Sebab kalau sudah menjadi seorang penulis tapi malas membaca, itu sombong namanya. Seorang penulis adalah dia yang mampu mengikat makna yang telah dibaca dan menyusun kata dengan pilihan diksi yang menarik. Maka, tulisan seorang penulis merupakan rangkuman dari pengalaman pengetahuan yang sudah atau sedang dilakukan," ungkapnya.

Pria bertubuh mungil kelahiran Medan ini mengungkapkan bahwa ukuran kecerdasan seseorang bukan seberapa banyak buku yang dibacanya. Membaca bukan soal kecepatan, tetapi ketepatan. Dengan membaca secara tepat, akan dapat merangsang kecerdasan dan kepekaan seseorang di tengah masyarakat.

"Selama ini, perseteruan selalu muncul karena kecepatan berpikir, terlalu cepat bertindak dan mengambil keputusan. Sehingga selalu tidak tepat dalam mengamati kondisi dan keadaan yang tengah terjadi," pungkasnya. (Aru Elgete)

Tidak ada komentar