Belajar Berorganisasi dari Sekelompok Lebah
![]() |
Thufael bersama Santri NU, di Gedung NU Centre El-Said, Rawalumbu. |
Oleh: Thufael Arifin Khadzik*
Ketika seseorang, komunitas, atau organisasi bermaksud untuk mewujudkan cita-cita dan impiannya; dimana manusia saling menghargai, menghindari penindasan, terus menerus menumbuhkan cinta kasih, waspada terhadap setiap gejala ketidakadilan, peka untuk tidak terjerumus ke dalam perilaku diskriminasi, merendahkan sesama manusia atau sebaliknya.
Selain itu, tidak menjunjung manusia terlalu berlebihan sehingga mendewakannya. Juga impian untuk membangun peradaban yang lebih baik dan adil, membangun harkat, kepribadian, serta kehidupan yang mandiri.
Ternyata tak semudah diucapkan dalam kata-kata belaka. Di balik itu semua memerlukan berbagai daya dukung, diantaranya harus terkandung prinsip, nilai-nilai yang disepakati, diyakini dan dijaga keberadaaannya.
Kemudian juga syarat serta prasyarat yang harus diadakan, posisi peran yang secara sadar dipilihnya, dan tentu juga harus didukung segala sesuatu yang diperlukan. Di sisi lain, ada pencukupan kebutuhan menyangkut pemahaman dan kemampuan yang lengkap.
Pendek kata, impian itu tidaklah mungkin akan jatuh dari langit. Tak mungkin dapat dicapai melalui jalan pintas. Bahkan, takkan terjadi manakala tidak melalui proses, ketiadaan sejarah, dan peristiwa dalam realitas kehidupan sehari-hari.
Percuma saja bila yang terjadi hanya teori yang dihafalkaan. Menjadi sangat sia-sia kalau hanya melakukan ritual tak jelas terjangnya; dimana salah satunya melalui ikhtiar membangun 'kendaraan' yang dinamakan organisasi.
Kalau dalam dunia lebah, organisasi dapat diumpamakan sebagai sarangnya, agar para lebah dapat memproduksi madu secara komunal. Sebab madu yang diproduksi secara individual menjadi tak ada artinya, terutama jika menyangkut masalah volume madu yang harus dihasilkan.
Di dalam sarang itu, para lebah itu memproduksi madu secara terus-menerus dan berkelanjutan, diperlukan tatanan, peradaban, ada kedisiplinan, ada keteraturan dan tanggung jawab, kewajiban masing-masing anggota lebah itu.
Belum lagi, untuk menghasilkan produksi madu yang bermutu, maka para anggota lebah ini akan sangat tergantung dari daya dukung lingkungan sekitarnya; yakni tanaman, tetumbuhan, bunga-bunga apa saja yang tersedia.
Artinya, ada daya dukung eksternal yang tidak bisa diadakan oleh kelompok para lebah ini. Bagaimana pertautan antara lebah dan lingkungan di sekitarnya juga sangat menentukan keberadaan kelompok lebah pada zaman berikutnya.
Tentu saja lebah bukan manusia. Namun saya mencoba untuk mencari persamaan yang cocok untuk dimengerti dari segala silang-silang kehidupan bermasyarakat, bernegara. Dan kira-kira demikianlah bagi orang-orang biasa yang mendambakan tatanan kehidupan yang lebih baik dan adil.
Saya bermaksud pula secara sederhana bagaimana menumbuhkan cita-cita bersama, membangun manajemen gerakan yang sistematis, serta mencoba memaparkan berbagai perangkat yang diperlukan untuk menjawab perubahan yang dicita-citakan. Sebagaimana halnya para lebah yang ingin memproduksi madu bagi kehidupan bersama.
Dengan demikian, semoga bibit madu dan peredarannya lebih terealisasi dalam kehidupan manusia sekarang. Yakni keadilan, menghormati hak-hak manusia, harkat, martabat, kemandirian manusia, dan menciptakan lingkungan tanpa diskriminasi.
*Penulis adalah Penggerak Santri NU Bekasi, Anggota Departemen Jaringan Sekolah, Pesantren, dan Perguruan Tinggi PC IPNU Kota Bekasi
Post Comment
Tidak ada komentar