Banner

Breaking News

Gus Dur, Islam dan Formalisme Ajarannya (1)


Sumber gambar: republika.co.id

*Redaksi Media nubekasi.id

Dalam sejarah umat manusia, selalu terdapat kesenjangan antara teori dan praktik. Terkadang, kesenjangan itu sangat besar, dan kadang kecil.

Apa yang oleh paham komunisme dirumuskan dengan kata rakyat, dalam teori dimaksudkan untuk membela kepentingan orang kecil.

Namun, dalam praktik justru yang dibela paling banyak adalah kaum apparatchik (aparatur negara). Karena itu, kita harus berhati-hati dalam merumuskan orientasi paham komunisme tersebut.

Orientasi paham keislaman, sebenarnya adalah kepentingan orang kecil dalam hampir seluruh persoalannya. Lihat saja kata mashlahah ‘ammah yang berarti kesejahteraan umum. Inilah seharusnya yang menjadi objek dari segala macam tindakan yang diambil pemerintah.

Kata kesejahteraan umum dan kemashlahatan umum itu tampak nyata dalam keseluruhan umat Islam. Yang langsung tampak, umpamanya adalah kata kunci dalam adagium fiqh yang sering dikemukakan para kiai di pondok pesantren.

Yakni tasharruf al-imâm ‘ala al-ra’iyyah manûthun bi al-mashlahah (tindakan seorang pemimpin atas rakyat sepenuhnya bergantung pada kesejahteraan mereka).

Adapun yang tidak langsung mengenai kebutuhan orang banyak dapat dilihat dalam adagium lain: “menghindarkan kerusakan/kerugian diutamakan atas upaya membawakan kebaikan bagi mereka”.

Dengan demikian, menghindari kerusakan dianggap lebih berarti daripada mendatangkan kebaikan. 

Adagium inilah yang digunakan Amien Rais dalam meyakinkan penulis (Gus Dur) untuk menerima pencalonan sebagai Presiden Republik Indonesia.

Karena ia yakin bangsa ini, waktu itu belum dapat menerima seorang wanita (Megawati Soekarnoputri) sebagai Presiden Negara, hingga dikhawatirkan akan ada perang saudara jika hal itu terjadi.


*Tulisan di atas disarikan dari buku Islamku, Islam Anda, Islam Kita karya KH Abdurrahman Wahid dan ditulis dalam rangka Haul Gus Dur pada Akhir Desember mendatang

Tidak ada komentar