Media dan Kekuasaan: Apa yang Terjadi dengan Media di Indonesia?
Iqbal Maulana |
Alumni Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Iqbal Maulana
membeberkan berbagai hal mengenai media yang terjadi saat ini, saat diskusi
bersama Komunitas Ruang Literasi dengan tema Media & Kekuasaan, di Jalan Veteran 22, Margajaya, Bekasi
Selatan, Ahad (18/11) malam.
Pada kesempatan itu, ia mengungkapkan perbedaan sejarah televisi di
Indonesia dan Amerika Serikat. Di Amerika, stasiun televisi didirikan dengan
bertujuan untuk mengobati berbagai trauma yang terjadi pascaperang dunia kedua.
”Pascaperang dunia kedua, menimbulkan efek trauma. Maka,
dibentuklah televisi untuk mengobati itu. Akhirnya, program-program televisi
adalah hiburan. Hingga kini, kita tahu dan saya cukup yakin bahwa kiblat
hiburan televisi adalah Amerika,” kata pria yang akrab disapa Alan ini.
Namun, berbeda dengan Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa
sejarah televisi di negeri ini berawal dari kepentingan Soekarno untuk
melakukan propaganda.
“Dulu, TVRI didirikan tujuan utamanya adalah untuk
menayangkan siaran Asian Games yang di Indonesia dan tentu juga untuk menyaingi
Malaysia. Karena tujuan itu, akhirnya hingga saat ini berbagai kebijakan atau sistem
kerja yang ada di media arahnya adalah politis atau hanya sebatas mengejar
kepentingan,” ungkapnya.
Sistem kerja media, lanjut Alan, bukan malah justru
membentuk masyarakat menjadi sesuatu yang lebih tercerahkan atau menjadi media
yang sifatnya informatif. Berbicara soal Media dan Kekuasaan, ia memberi contoh
mengenai Donald Trump saat Pemilu Amerika Serikat ketika itu.
“Trump itu berlatar belakang sebagai pengusaha. Dia pernah
juga jadi MC di acara Smack Down. Dia datang dari industri hiburan dan dekat
dengan penguasa Grup Media bernama Vox Media,” lanjutnya.
“Media di sana, imbuh Alan, lebih sedikit dari yang ada di
Indonesia. Kalau di sini, stasiun televisi ada banyak meski yang punya orangnya
hanya itu-itu saja. Kalau di sana, channel nasional hanya empat, yakni VOX,
CNBC, ABC, dan CNN,” kata Alan.
Alan melanjutkan, Vox punya kepentingan ekonomi besar untuk
mendukung Trump memenangkan pemilu. Akhirnya terbukti dan berhasil digunakan
dengan baik propaganda melalui media.
“Trump sangat membenci CNN. Jadi waktu awal-awal dia jadi
presiden, ada konferensi pers dan wartawan CNN pun hadir. Trump kemudian
mengatakan: jangan mendengarkan CNN, karena CNN isinya fakenews. Maka hingga saat ini, CNN sangat berlawanan dengan Trump,”
katanya.
Sebagai informasi, Ruang Literasi mengadakan diskusi
interaktif di setiap akhir pekan. Yakni pada Minggu sore. Pekan depan, Ruang
Literasi akan memulai diskusi tematik, dengan tema besar Agama dan Kemanusiaan di Alun-alun Kota Bekasi. (Aru Elgete)
Tidak ada komentar