Banner

Breaking News

Hukum Menulis dan Membakar Kalimat Tauhid di Sebuah Benda




Ulama madzhab Syafiiyah menghukumi makruh menulis kalimat Al-Qur'an, kalimat tauhid dan lainnya pada benda yang sekiranya sulit menjaga kemulian kalimat-kalimat tersebut. Seperti misalnya pada banner, bendera, undangan, baju, topi, bola dan lainnya. 

Bahkan ulama Malikiyah berpendapat haram, karena akan menyebabkan kalimat-kalimat tersebut diremehkan. 

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Kitab Al-Mausu’ah Al-Kuwaitiyah berikut;

ذهب الشافعية وبعض الحنفية إلى كراهة نقش الحيطان بالقرآن مخافة السقوط تحت أقدام الناس ، ويرى المالكية حرمة نقش القرآن واسم الله تعالى على الحيطان لتأديته إلى الامتهان

“Ulama Syafiiyah dan sebagian ulama Hanafiyah berpendapat terhadap kemakruhan mengukir (menulis) dinding dengan Al-Qur'an karena dikhawatirkan jatuh di bawah kaki manusia. Sedangkan ulama Malikiyah berpandangan bahwa haram menulis Al-Quran dan nama Allah di atas dinding karena akan menyebabkan nantinya disepelekan.”

Apabila terlanjur ditulis pada benda tersebut, maka para ulama menyarankan dua tindakan untuk menjaga dan memuliakan kalimat-kalimat tersebut. Pertama, kalimat-kalimat tersebut dihapus dengan air atau lainnya. Kedua, benda tersebut dibakar dengan api.

Syaikh Zainuddin Al-Malibari mengatakan dalam kitabnya Fathul Mu’in, bahwa menghapus dengan air lebih utama dibanding membakarnya. 

Hal tersebut jika proses menghapus dengan air mudah dilakukan dan airnya tidak jatuh ke tanah. Namun jika sulit menghapusnya atau airnya jatuh ke tanah, maka membakarnya lebih utama.

Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj disebutkan;

والغسل أولى منه أي إذا تيسر ولم يخش وقوع الغسالة على الارض وإلا فالتحريق أولى بجيرمي عبارة البصري قال الشيخ عز الدين وطريقه أن يغسله بالماء أو يحرقه بالنار قال بعضهم إن الاحراق أولى لان الغسالة قد تقع على الارض

“Membasuh lebih utama dibanding membakarnya. Ini jika mudah dan tidak dikhawatirkan airnya jatuh ke tanah. Jika sebaliknya, maka membakarnya lebih utama, (Bujairimi dengan ibarat Al-Bashri). Syaikh Izzuddin mengatakan, caranya ialah membasuhnya dengan air atau membakarnya dengan api. Sebagian ulama mengatakan, membakarnya lebih utama karena membasuh dengan air akan jatuh ke tanah.”


Penulis adalah KH Ahmad Iftah Sidik, Pengasuh Pondok Pesantren Fatahillah, Mustikajaya, Kota Bekasi.

Tidak ada komentar