Banner

Breaking News

Rais Aam PBNU: Santri itu Manut Kiai


Rais Aam PBNU (kiri) bersama Presiden RI (kanan). Sumber foto: viva.co.id

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ma'ruf Amin menjelaskan, santri tidak hanya orang yang berada di pondok pesantren dan bisa mengaji kitab atau ahli agama. Namun, santri adalah orang-orang yang ikut kiai dan setuju dengan pemikiran serta turut dalam perjuangan kaum santri.

"Santri adalah orang-orang yang ikut kiai, apakah dia belajar di pesantren atau tidak, tapi ikut kegiatan kiai, manut pada kiai, itu dianggap sebagai santri," katanya di gedung PBNU, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sekalipun tidak bisa baca kitab, lanjutnya, seseorang akan dianggap santri jika mengikuti perjuangan para santri. Selain itu, Kiai Ma'ruf mengutarakan definisi santri dari sisi keberadaan. 

Pertama, santri ada yang tinggal di pondok pesantren. Kedua, santri yang sesekali ke pesantren atau disebut sebagai santri kalong. Ketiga, santri yang sesekali saja datang bertemu kiai.

"Pokoknya, santri itu ikut kiailah. Karena itu, dia mencakup hampir semua lapisan masyarakat," lanjut Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Pusat itu. 

Sementara Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj berpendapat bahwa santri adalah umat yang menerima ajaran-ajaran Islam dari para kiai. Sebab kiai itu belajar Islam dari guru-gurunya yang terhubung hingga Rasulullah SAW.

Para santri, tambah Kiai Said, menerima Islam dan menyebarkannya dengan pendekatan budaya yang berakhlakul karimah, bergaul kepada setiap orang dengan baik. Santri juga menghormati budaya. Bahkan, menjadikannya sebagai infrastruktur agama. 

"Kecuali budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti seks bebas atau minum-minuman keras," lanjutnya.

Lebih jauh, Kiai Said menerangkan bahwa santri adalah orang-orang yang menindaklanjuti dakwah dengan budaya seperti yang dilakukan oleh Wali Songo. "Dakwah seperti itu yang jelas ampuh dan efektif," tegas kiai yang pernah nyantri di Kempek, Lirboyo, dan Krapyak itu.

Dakwah dengan cara seperti itu, terbukti di dalam sejarah karena berhasil mengislamkan Nusantara tanpa kekerasan dan pertumpahan darah. Bahkan, raja-raja Nusantara pun menjadi Islam.

"Kita saksikan sekarang, dakwah yang manfaat, dakwah yang lestari, masuk sampai ke dalam hati adalah dakwah yang dilakukan secara budaya, bukan dengan teror dan menakut-nakuti," ungkapnya.

Sebab, Islam yang diajarkan dengan menakut-nakuti tidak akan masuk ke dalam hati. Imannya hanya pengakuan bibir belaka, sehingga seseorang berpotensi menjadi munafik.

"Tapi kalau berdakwah dengan budaya, iman masuk ke dalam hati. Sehingga akan menjadi mukmin kholis (ikhlas)," pungkasnya.



(Sumber: NU Online)

Tidak ada komentar