Banner

Breaking News

Empat Aspek yang Harus Dimiliki Guru NU


Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama Kota Bekasi


Oleh: Heri Kuswara

Dalam perspektif Islam, profesi guru mendapat tempat yang sangat mulia. Diantaranya yang termaktub dalam Surat Ar-Rahman ayat 1-2. Allah berfirman, "Arrahman, 'Allama Al-Qur'an". Artinya, (Allah) Yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al-Qur'an.

Oleh karena mulianya profesi mengajar ini, Allah menisbatkan pekerjaan mengajar kepada diri-Nya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah pernah bersabda, "Sesungguhnya Allah dan seluruh malaikat-Nya, para penghuni langit dan bumi, hingga semut di lubangnya dan ikan hiu, mengucapkan doa kepada pengajar kebaikan terhadap manusia". (Sunan At-Tirmidzi).

Dari hadits tersebut, jelaslah bahwa Allah, malaikat, serta semua makhluk penghuni langit dan bumi, senantiasa mendoakan para pengajar kebaikan. Mereka (pengajar kebaikan) itulah orang-orang yang berprofesi sebagai guru, dosen, ustadz, dan profesi pengajar lainnya.

Sebagai guru yang berada di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), terdapat empat aspek penting yang wajib dijadikan landasan dalam menunaikan profesi mulianya itu. Empat aspek ini merupakan amanah dari para muassis (pendiri) dan kiai NU untuk diamalkan dalam setiap denyut kehidupan seorang guru.

Keempat itu adalah amaliyah, fikrah, harakah, dan ghirah. Berikut ini penjelasan sederhana yang diadopsi dari berbagai sumber terpercaya.


Pertama, aspek amaliyah.

Mengacu pada induk organisasi kita, yaitu NU yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama'ah (Aswaja) dengan sanad keilmuan yang jelas. Bermadzhab pada salah satu madzhab fiqh yang empat; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali.

Selain itu, berakidah sesuai akidah Islam yang diajarkan Rasulullah. Disiplinnya sesuai dengan manhaj (metodologi) Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Bertasawuf sesuai dengan disiplin yang telah dirumuskan Imam Al-Ghazali dan Imam Junaidi Al-Baghdadi.

Dari aspek amaliyah ini, teranglah bahwa guru NU wajib mengikuti amaliyah An-Nahdliyah yang senantiasa dilandasi ushul fiqh dan fiqh. Melestarikan adat istiadat dan budaya bangsa yang tidak menyimpang dari ajaran Islam juga sebuah keharusan bagi guru NU.

Ritual keagamaan yang sering dilaksanakan warga NU seperti tawassul, haul, istighotsah, tahlilan, ziarah kubur, talqin, dan tarawih 20 raka'at, merupakan amaliyah yang harus dilaksanakan dan diamalkan guru NU.

Guru NU, di mana pun dan kapan pun, jangan pernah ragu dan malu untuk melaksanakan dan mengamalkan amaliyah-amaliyah NU tersebut.


Kedua, aspek fikrah (pemikiran).

Secara fikrah, NU sejak awal telah menegaskan diri dalam tiga domain utama keislaman. Yakni akidah, syari'ah, dan akhlak. Secara akidah, NU berhaluan Asy'Ariyah-Maturidiyah. Secara syari'ah, NU meyakinkan diri dalam memilih salah satu dari empat madzhab besar; Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah.

Sedangkan secara akhlak, NU berhaluan corak tasawuf Al-Ghazali dan Junayd Al-Baghdadi.

Cara pandang NU sudah sangat jelas dengan empat konsepnya, yaitu tasamuh (toleransi), tawassuth (pertengahan/moderat), tawazzun (seimbang), dan mu'addalah (adil/proporsional).

Tasamuh untuk saling menghargai dan menghormati antarmanusia. Tasamuh untuk berperilaku sopan, ramah, lemah lembut, dan mengutamakan keharmonisan, kebersamaan, dan kedamaian dalam kehidupan. Tasamuh untuk menghargai dan menghormati berbagai perbedaan yang ada.

Tawassuth sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrem kiri dan kanan. Tidak liberal dan puritan. Tidak radikal dan tidak identik dengan kekerasan, fundamentalisme, dogmatisme, dan ekstremisme.

Tawazzun atau seimbang dalam berbagai hal termasuk dalam menyampaikan dalil 'aqli (yang bersumber dari rasionalitas), dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur'an dan hadits). Tawazzun yaitu sikap terpuji untuk memilih titik yang seimbang setiap menghadapi persoalan.

Mu'addalah secara bahasa diartikan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Pengertian ini mengandung makna bagaimana kita sebagai manusia menempatkan diri untuk bersikap, berperilaku, mengambil keputusan, dan berinteraksi dengan baik.

Keempat konsep itu wajib hukumnya menjadi pegangan dan pedoman untuk dilaksanakan atau diamalkan oleh guru NU dengan keyakinan yang sangat mendalam.


Ketiga, aspek harakah (gerakan).

Dalam gerakan atau dakwahnya, NU senantiasa mengedepankan empat prinsip. Yakni tawassuth, tasamuh, tawazzun, dan i'tidal. Selain itu juga, NU meyakini prinsip attasyri' fi attadrij, yakni perlahan atau bertahap dalam dakwah dan mengamalkan syari'at Islam.

NU mengayomi budaya dan meyakini bahwa syari'at Islam bisa diterapkan secara swadaya oleh masyarakat, tanpa legislasi dan campur tangan negara. Hudud misalnya, bisa diganti dengan hukuman lain yang bisa diterima semua pihak.

Guru NU sudah sewajibnya mengikuti gerakan yang sesuai dengan NU. Dalam bergerak, guru NU harus satu komando, satu koordinasi dan satu visi dengan NU. Guru NU dapat berjuang dan bergerak, baik melalui struktur maupun kultur NU.

Hal yang harus dihindari oleh guru NU adalah masuk organisasi yang tidak sejalan dengan NU. Terlebih, gerakan-gerakan yang bertentangan bahkan memusuhi NU.


Keempat, aspek ghirah (semangat).

Semangat inilah yang harus tertanam kuat di dalam jiwa raga guru NU. Semangat untuk terus belajar dan mengamalkan amaliyah, fikrah, dan harakah NU. Semangat untuk senantiasa menjadi garda terdepan dalam perjuangan NU. 

Guru NU harus satu komando, satu koordinasi, dan satu sikap dengan semangat ke-NU-an. Guru NU wajib percaya dan yakin tanpa sedikit pun keraguan bahwa kita lahir, besar, berproses, berjuang, dan mati di dalam Islam Aswaja An-Nahdliyah. 

******

Empat Aspek yang wajib diamalkan  guru NU diatas tentu akan cepat dimengerti, dikuasai, dan diamalkan manakala guru NU aktif di berbagai organisasi ke-NU-an dan aktif di berbagai proses kaderisasi ke-NU-an.

Selain itu, tentu sebagai guru NU dalam memahami dan mengamalkan amaliyah NU sewajibnya berguru, mengaji, dan nyantri kepada para kiai atau ulama NU. 

Wallahu A'lam.

(Penulis adalah Ketua Pergunu Kota Bekasi)

Tidak ada komentar