Banner

Breaking News

Puasa Ramadhan Membentuk Mukmin Paripurna (1)



Oleh: Rizki Afif 

Banyak orang-orang yang berpuasa, tapi kurang perhatiaan terhadap kualitas puasanya. Terlebih, atsar (dampak) yang diperoleh dari puasa. Yakni soal bagaimana menjadikan puasa sebagai wasilah agent of change yang dapat mengubah pola pikir, pola hidup, dan pola ibadah agar menjadi lebih baik. Sehingga akan terbentuk dalam kehidupan 11 bulan pasca-Ramadhan.

Sesungguhnya, Ramadhan merupakan bulan yang syarat dengan aneka ragam kebaikan dan motivasi. Menjadikan hamba yang tegar dan sadar atas kewajibannya. Menyelaraskan kehidupan spiritual dengan kehidupan bermasyarakat. 

Sungguh merugi bagi orang mukmin, manakala Ramadhan sudah berakhir, tapi dan perilakunya masih jalan ditempat

Padahal Ramadhan adalah bulan penuh ampunan, amal kebaikan dilipatgandakan, dan penuh keberkahan.

Minimal terdapat tiga hal penting yang harus kita pahami dan renungi. Selanjutnya harus menjadi kebiasaan kita.

Pertama, Puasa Berkaitan dengan Nilai Ruhiyah

Puasa membuat hati menjadi bening. Sebab selain akal, salah satu anugerah yang agung dari Allah adalah hati. Ia terletak di dalam dada.

Sementara puasa melepaskan kekeruhan di dalamnya; nafsu dan angkara murka terbelenggu. Oleh karena itu, hati yang bening adalah impian setiap insan.

Namun, membuat hati bening itu tidak mudah. Banyak jalan yang harus ditempuh agar hati tak keruh. Segala sesuatu yang bening pasti memiliki keindahan tersendiri.

Hati yang bening memancarkan sikap positif. Bila hati bening, pikiran kita bisa menjadi pintar, cerdas, dan cermat. Sedangkan akal akan berfungsi dengan baik. 

Sebab hati yang bening, kita menjadi ringan untuk menyempurnakan amalan-amalan fardhu khususnya, dan amalan sunnah pada umumnya. 

Setiap manusia tentu tak luput dari kesalahan dan dosa. Bila kita berbuat dosa, hati yang bening menjadi keruh. Maka, kita harus segera bertaubat dan beristighfar memohon ampun kehadirat Allah.

Apabila hati bening, kita kian patuh kepada-Nya. Semakin rasa takut itu muncul, maka semakin kita tunduk dan pasrah yang dibarengi ikhtiar kepada Allah.

Namun apabila hati kita keruh dinodai dengan sifat iri dengki, sumpah palsu dan menebar hoax, fitnah dan kebencian, maka semakin tertutuplah lentera Allah dalam dada.

Semakin kita kotori hati dengan pembangkangan kepada Allah, melanggar aturan dan merasa santai dalam kedurhakaan serta kemaksiatan, maka semakin jauhlah kita dengan Allah dan kita akan semakin gundah gulana karena jauh dari ketentraman dan ketenangan.

Sementara itu, Puasa Ramadhan mendidik kesabaran dan ketabahan. Dengan pendidikan puasa, kita akan lebih mengendalikan diri. Sehingga dapat mengantarkan kita menuju orang yang bertaqwa.

Seruan puasa Ramadhan dikhususkan bagi orang yang beriman. Namun demikian, harus disadari bahwa keimanan harus melalui proses ujian, tidak hanya sebatas terucap dengan kata-kata, tapi terwujud  dalam realita.

Dalam al-Quran Surah Al-An-kabut ayat 2, Allah mengingatkan:  “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, 'Kami telah beriman’, padahal mereka belum diuji?"

Karenanya, salah satu amalan terpenting dalam puasa adalah sabar dalam  pengendalian diri. Sabar dari niatan untuk melakukan kemaksiatan. 

“Antum kaifa musykilatukum”, nilaimu berdasarkan tantanganmu. Semakin hebat godaan, semakin kuat gelora nafsu, dan semakin banyak kesempatan untuk maksiat.

Puasa akan menjadi benteng, karena kekuatan takwa kita kepada Allah, sungguh akan mengantarkan kita menjadi besar dan mulia kedudukannya di mata Allah.

Nabi Bersabada: Puasa menjadi tameng dari api neraka, seperti tameng sesesorang menghadapi perang  (HR Ahmad dan lainnya)

Selain itu, Puasa Ramadhan juga mendidik karakter himmatul aliyah. Himmah  tidak bisa dilihat secara dhohir. Sebab, ia adalah masalah hati dan akal pikiran manusia, bukan masalah amal.

Rasulullah SAW bersabda:

"Sesunggunya Allah telah menetapkan kebaikan-kebaiakan dan kejahatan-kejahatan, kemudian menjelaskannya, maka barangsiapa yang bermaksud berbuat kebaikan lalu belum sempat mengerjakannya, Allah mencatat disisinya sebagai satu kebaikan sempurna.

Dan jika dia bermaksud berbuat kebaikan lalu dia mengerjakannya, Allah mencatatnya sepuluh kebaikan dan akan dilipat gandakan sampai tujuh ratus lebih, hingga dilipatgandakan yang banyak sekali.

Dan jika dia bermaksud berbuat kejahatan, tetapi dia tidak mengerjakannya, Allah mencatat baginya disisi-Nya satu kebaikan yang sempurna.

Dan jika bermaksud berbuat kejahatan dan melakukannya, maka Allah mencatat baginya satu kejahatan". (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian puasa mendorong obsesi yang kuat dan positif. Puasa memberikan kemanfaatan dan menjadikan masyarakat yang kondusif dalam mencapai tujuan. Bukan obsesi yang rendah, tidak memberikan dampak yang bermanfaat bagi masyarakat. Puasa mendorong aktifitas yang baik.

Setiap orang berpuasa tentu selalu ingin puasanya berkualitas. Satu diantara kita tidak akan sama nilainya di hadapan Allah. Ini pula yang diisyaratkan dalam hadist Qudsi "puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang membalasnya."

Sehingga para ulama pun memberikan tingkatan puasa yang berbeda-beda.

Amal kebaikan apapun yang kita lakukan dengan ikhlas, baik melalui dzikir, qiyamullail, dan tadarus Al-Qur'an, seharusnya akan menumbuhkan kesalehan invidual menuju kesalehan sosial.

Maka implikasi dari nilai ruhiyah ini adalah untuk menjadikan ketakwaan manusia, yang  semakin besar dan mampu menumbuhkan kecintaan manusia kepada Allah di atas yang lainnya.


Bersambung...


*Penulis adalah Ketua PAC IPNU Bekasi Selatan

Tidak ada komentar