Banner

Breaking News

Kufur Intelektual


Ilustrasi. Sumber gambar: matabaraja.com

Oleh: Aru Elgete

Berbeda dengan yang lain, manusia merupakan ciptaan Allah yang sangat sempurna. Manusia diberi akal, nafsu, dan nurani. Ketiganya berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan keberdayaan diri pada sesama. Selain itu, untuk memfungsikan kepribadian, agar tidak terjerembab pada lembah kekufuran.

Akal difungsikan untuk berpikir. Nafsu sebagai eksekutor. Sedangkan nurani bertugas menjadi pendeteksi kepekaan diri pada batas kebaikan dan keburukan. Kemuliaan hidup akan sangat terasa saat ketiga perangkat itu difungsikan sesuai kegunaannya. Karena jika tidak, kubang kekufuran akan terlihat jelas pada diri.

Menurut saya, kufur intelektual terjadi ketika penggunaan akal tak berbanding lurus dengan kadar kepekaan nurani dan peran nafsu dalam mengeksekusi berbagai hal.

Manusia tidak mungkin selamanya hanya mengandalkan akal untuk kehidupan. Mustahil pula apabila selalu mengutamakan nafsu dalam kerja keseharian. Begitu juga nurani. Ketiganya mesti berseiring, dan melakukan polarisasi yang teratur dan terukur. Kalau salah satu dari ketiga itu sengaja tidak difungsikan, kufurlah intelektualitas kita.

Maka disini perlu adanya perenungan diri, melakukan introspeksi, dan melakukan kritik ke dalam untuk menghancurkan kejumudan yang berkerak, kebekuan yang tak kunjung mencair, serta agar luwes dalam berpikir dan berperilaku. Implikasinya akan terlihat dari fungsi kehidupan yang akan atau sedang dijalani. Kufur intelektual dapat dicegah atau ditangani dengan pengakuan atas kesalahan dan kekurangan diri.

Kufur intelektual berarti sengaja mendustakan atau mengingkari segala proses yang menjadikan kadar kualitas akal, nafsu, dan nurani menjadi buruk karena tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Biasanya kekufuran pada intelektualitas kita terjadi karena dominasi akal dan nafsu, sehingga tidak mengikutsertakan nurani.

Akal yang berpikir kritis, bergerilya pada pemikiran-pemikiran yang tajam, menciptakan konsep teranyar untuk solusi pembaruan dan pembangunan. Sementara itu juga harus dibarengi dengan eksekusi yang dilakukan oleh nafsu. Kemudian, akan menjadi sangat tidak berguna ketika nurani tidak berperan sebagai tokoh utama.

Merasa terancam atas perbedaan pilihan, misalnya, merupakan salah satu hal yang mengantarkan kita pada kekufuran intelektual. Sebab perbedaan adalah niscaya, sementara kalau kita tak mampu menerimanya sebagai anugerah, menjadi penanda bahwa nurani sudah terkikis habis dalam diri.

Contoh perilaku yang menjadikan diri kufur intelektual adalah membuat lingkaran feodalisme (dengan gaya dan kemasan baru), 'mencocok hidung' orang-orang yang ada disekitar seraya menggiringnya seperti bebek atau domba, dan mengindoktrinasi pemikiran agar selalu seragam. Semua itu menjadi tolok ukur bagi tingkat dan kadar peradaban seseorang atau kelompok.

Supaya tidak mengalami kekufuran intelektual yang berujung pada kedangkalan sikap yang menjadikan hidup tak harmoni, maka diperlukan sebuah rasa untuk selalu menerima keadaan.

Karena ketika kufur intelektual sudah merekat pada diri, kita tak dapat lagi menebar keselamatan kepada orang lain. Kita akan senantiasa menganggap diri paling benar, paling superior diantara manusia yang hidup dalam lingkaran terdekat kita. Maka, berhati-hatilah atas sikap kita yang terkadang tanpa disadari menuju pada kufur intelektual.

Di akhir Ramadhan ini, marilah menuju kemerdekaan dan kedaulatan diri sehingga kita dapat memperoleh gelar takwa. Yakni, orang-orang yang sudah merdeka dari segala macam gangguan yang berpotensi menjadi penghalang kepada Allah dan sesama.


Wallahu A'lam...

*Penulis adalah Pengelola Media NU Kota Bekasi

3 komentar:

  1. Hal ini mengenai siapa saja, dari kelompok.mana saja, dari ormas mana saja dan dari mazhab mana saja. Siapa pun dia atau mereka yang tidak mensinergikan ketiga potensi, yakni akal, nafsu dan nurani akan terjerembab ke dalam kufur intelektual.

    Tak sedikit orang apabila sudah berada dalam satu kelompok atau organisasi akan merasa nyaman dan kelompoknyalah yang paling benar.

    BalasHapus
  2. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, tapi bukan sesuatu yang dicari-cari agar berbeda dengan orang lain karena adanya kepentingan kelompok.qur'an dengan jelas gambarkan pada asalnya umat manusia bersatu, akan tetapi karena adanya berbagai kepentingan menjadi berpecah belah....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Bang Oo. Maka itu, sebisa mungkin kita melakukan sinergi antara akal, nafsu, dan nurani. Jangan sampai hanya dominan salah satunya saja.

      Terima kasih, Bang Oo.



      Hapus