Banner

Breaking News

Merawat Warisan Pancasila



Sumber Gambar karrikasm.wordpress.com


Oleh: Nur Khaifah Indah Parwansyah

Kamu tahu barang warisan? Anggap saja semisal barang turunan yang sudah berjalan selama tujuh tahun. Dari tangan ke tangan, dia berganti genggam. Lama kelamaan karena sering bergerak, barang itu retak.

Barang itu sudah retak sejak di genggaman kelima atau keenam. Kemudian harus berganti di genggaman ketujuh. Karena harus bergerak, barang itu jadi pecah.

Tapi kamu tahu? Karena barang itu pecah di genggaman ketujuh, seolah yang bersalah adalah penggenggam yang ketujuh. Padahal barang itu memang sudah retak sejak dalam genggaman lima atau enam.

Kamu tahu? Betapa sangat kasihan sebagai penggenggam tujuh, yang sudah berusaha memperbaiki. Bukan lagi mendapati kesan positif, malah mendapati kesan negatif. Karena terkesan memecahkan, dia harus berkali-kali mendapat tuduhan perusak. 

Betapa enaknya sebagai penggenggam lima atau enam yang menjadi peretak pertama. Tapi seolah tak bersalah apa-apa. Dan orang-orang dengan mudahnya menyalahkan penggenggam ketujuh.

Begitu analogi yang terjadi pada sebuah keluarga, adat, organisasi, dan negara. Namanya juga barang warisan, penilaian terhadap penggenggam juga warisan.

Betapa kasihannya yang hanya dapat menikmati warisan tua yang telah bobrok. Sebelumnya tidak tahu apa-apa tentang barang itu. Sudah rusak seperti apa, tidak tahu. Tapi karena sudah disuruh menjaga, yasudah, turunan penilaian itu juga dia terima sebagai warisan.

Itu terjadi pada kebobrokan moral regenerasi saat ini. Mereka hanya menikmati sisa-sisa kebobrokan lama. Alih-alih seseorang berusaha memperbaiki, dan menemukan di mana kerusakannya, malah dituduh sebagai perusak.

Benar, kita krisis bercermin pada diri sendiri. Golongan tua sangat mudah menyalahkan golongan muda. Memang sudah bercermin sejauh mana mendidik, dan seberhasil apa? Jika masih gagal, jangan salahkan yang terjebak di jalan yang terjal.

Hakikatnya, sang penerus itu hanya penerus, berarti meneruskan apa-apa yang sudah ada. Akan tetapi, kalau bisa sekarang juga kita ubah pola perspektif masing-masing. Bahwa saat kita mendapatkan sebuah warisan dari nenek moyang kita berupa adat, organisasi, dan negara, jangan sekadar diteruskan tapi juga diluruskan.

Golongan tua jangan tersinggung jika sistem menggenggamnya tak lagi berguna. Daripada saling menyalahkan. Mari, saling memperbaiki.


Selamat Hari Lahir Pancasila.

*Penulis adalah Kader IPPNU Bekasi Utara

Tidak ada komentar